Eksodonsia (Pencabutan Gigi)

 Oleh: drg. Kevin Marselinus

"Mengakar kuat, menjulang tinggi"


Eksodonsia (Pencabutan Gigi)

Pendahuluan

Exodontia adalah cabang kedokteran gigi yang berhubungan dengan pencabutan gigi. Pencabutan yang ideal sebagai pencabutan seluruh gigi tanpa rasa sakit dengan trauma minimal pada jaringan (keras dan lunak), sehingga luka sembuh dengan baik. Pencabutan gigi tidak memerlukan tenaga yang besar, tetapi tenaga yang halus dan terkontrol, sehingga gigi terangkat perlahan dari prosesus alveolar.

 

Teknik Pencabutan Gigi

1) Ekstaksi intra-alveolar/ tradisional/ konvensional: pencabutan gigi/ akar dengan menggunakan forcep dan elevator. Dikenal juga sebagai metode ekstraksi tertutup (closed method). Metode ini tidak dapat digunakan pada kelainan bentuk akar, hipersementosis, mahkota/ akar yang sangat membusuk, gigi/ akar rapuh, dan gigi/akar yang telah dirawat endodontik. Prosedur ini juga disebut sebagai pencabutan gigi sederhana.

2) Pencabutan transalveolar: dilakukan dengan teknik bedah flap disertai pengangkatan tulang alveolar dan pemotongan gigi/ akar gigi. Dikenal sebagai metode terbuka (open method) untuk prosedur pencabutan gigi yang kompleks/ rumit.

3) Teknik Stobie: ekstraksi beberapa gigi anterior rahang bawah menggunakan elevator gigi

 

Tantangan dalam Pencabutan Gigi

1) Pembatasan oleh bibir dan pipi (masalah akses)

2) Pergerakan lidah

3) Pergerakan mandibula

4) Pembukaan mulut: memadai/ tidak memadai

5) Hubungan rongga mulut dengan faring, laring, dan esofagus: risiko alat terpeleset dan aspirasi yang tidak disengaja atau tertelan gigi/ akar/ bagian yang patah

6) Mikroorganisme  yang ada di rongga mulut, air liur rongga mulut yang tergenang

7) Anatomi yang penting: dasar mulut, lidah, palatum durum dan mole; yang berisiko cedera

8) Lokasi dan posisi gigi yang akan dicabut


 

Gambar 1. Trismus (keterbatasan membuka mulut) menjadi salah 1 tantangan dalam pencabutan gigi

 

Indikasi Pencabutan Gigi

Pencabutan gigi adalah salah satu prosedur yang paling umum dilakukan di klinik gigi. Karena perkembangan ilmu perawatan endodontik dan periodontal, tren saat ini adalah mempertahankan gigi selama mungkin. Pencabutan gigi biasanya dilakukan sebagai upaya terakhir.

Gigi yang menjadi indikasi dilakukan pencabutan adalah:

1) Karies parah yang tidak dirawat endodontik karena alasan teknis atau ekonomi

2) Penyakit periodontal parah

3) Atrisi, abrasi, erosi yang parah

4) Pulpitis akut/ kronis/ nekrosis pulpa akibat trauma/ infeksi

5) Gigi dengan nekrosis pulpa dan lesi periapikal yang tidak dapat diobati dengan perawatan endodontik

6) Gigi sulung yang tidak tanggal pada waktunya, yang dapat menghalangi erupsi gigi permanen

7) Gigi supernumerari

8) Gigi malposisi yang menimbulkan trauma berkelanjutan pada jaringan lunak, rentan terkena karies karena masuk daerah non-cleansing

9) Gigi impaksi

10) Gigi patologis: kista, tumor

11) Gigi dengan prognosis buruk pada jalur terapi terapeutik radiasi, untuk mencegah terjadinya osteoradionekrosis atau karies radiasi

12) Gigi fraktur vertikal atau cracked tooth syndrome, yang disertai dengan nyeri hebat

13) Pencabutan profilaksis (gigi sebagai sumber infeksi): endokarditis, demam rematik

14) Perawatan ortodontik: kasus gigi berjejal, serial extraction, gigi malposisi

15) Perawatan prostetik: gigi yang mengganggu stabilitas gigi tiruan sebagian atau lengkap

16) Gigi ekstrusi/ supraerupsi: ekstrusi vertikal karena kehilangan gigi lawannya

17) Gigi penyebab trauma kronis pada jaringan lunak rongga mulut: menggigit pipi, menyebabkan ulserasi di pinggir lidah

18) Prosedur bedah ortognatik: gigi molar 3 atas dicabut pada osteotomi Le Fort I, molar 3 bawah dicabut pada prosedur osteotomi pemisahan sagittal, premolar dicabut pada prosedur osteotomi subapikal anterior


Gambar 2. Gigi karies parah dan sisa akar menjadi indikasi pencabutan


 

Gambar 3. Gigi impaksi, salah satu indikasi pencabutan


Gambar 4. Gigi supernumerari, salah 1 indikasi pencabutan


Gambar 5. Gigi ekstrusi menjadi salah 1 indikasi pencabutan gigi

 

Kontraindikasi Pencabutan Gigi

Biasanya diklasifikasikan sebagai sistemik dan lokal. Selain itu juga bisa dibagi menjadi:

1) Kontraindikasi relatif: menunjukkan bahwa kondisi lokal/ sistemik pasien dapat dimodifikasi/ diperbaiki dengan mengikuti protokol pengobatan tertentu yang disarankan oleh dokter, sehingga pencabutan gigi dapat dilakukan dan penyembuhan luka yang baik dapat tercapai

2) Kontraindikasi mutlak: jika diabaikan, maka pencabutan sederhana dapat berubah menjadi kejadian fatal yang dapat mengancam nyawa pasien

Riwayat medis yang tepat sebelum pencabutan wajib dilakukan untuk menghindari komplikasi yang tidak terduga. Pada pasien risiko tinggi, kontraindikasi relatif dapat menjadi absolut, sampai pengobatan yang tepat dapat mengendalikan masalah lokal/ sistemik pasien.

 

Kontraindikasi Sistemik

Penyakit Jantung

Penyakit jantung yang sering mempersulit pencabutan gigi adalah myocardial infarction, angina pectoris, dan dekompensasi jantung. Dokter harus melakukan beberapa langkah pencegahan seperti berikut:

1) Mendapatkan riwayat kesehatan pasien yang lengkap sebelum tindakan

2) Selalu dapatkan lembar persetujuan pasien

3) Pada patologi yang diindikasikan, berikan antibiotik untuk menghindari endokarditis bakterial akibat S. viridans yang menginvasi aliran darah, setelah pencabutan

4) Protokol pengurangan stres harus diikuti

 

Pasien yang Menjalani Terapi Steroid

Pasien ini mungkin mengalami tekanan pada keluarnya hormon adrenokortikotropin dari kelenjar hipofisis. Bahkan pasien yang terapi steroidnya dihentikan bertahun-tahun menunjukkan sekresi adrenal yang tidak cukup untuk menahan stres akibat pencabutan. Steroid dapat diresepkan 1/ 2 hari sebelum dan sesudah pencabutan. Riwayat medis pasien harus detail untuk menghindari krisis adrenal akibat stres.

 

Diabetes

Merupakan sindrom ditandai dengan perubahan metabolisme karbohidrat, protein, dan lipid yang disebabkan kelainan mekanisme sekresi dan efek insulin. Tes gula darah penting dilakukan dan dapat dilakukan di klinik gigi sebelum pencabutan dengan glukometer. Setetes darah kapiler dari ujung jari ditempatkan pada strip uji setelah ditusuk dengan alat jarum khusus dan dalam 1 menit nilai numerik muncul di layar.

Gambar 6. Glukometer, alat ukur kadar gula darah

 

Prosedur operasi bisa dilakukan pada pagi hari, 1-1,5 jam setelah sarapan (aksi puncak insulin terjadi pada sore hari) untuk menghindari risiko reaksi hipoglikemik (syok insulin).

Pasien dengan diabetes terkontrol tidak memerlukan profilaksis antibiotik sebelum atau setelah operasi. Pasien ini dapat diperlakukan sama dengan pasien nondiabet lain.

Pasien yang berisiko terkena penyakit ini dianjurkan menjalani pemeriksaan rutin, terutama pada:

1) Pasien berusia di atas 45 tahun

2) Wanita yang pernah mengalami diabetes gestasional saat hamil

3) Orang yang memiliki indeks massa tubuh (BMI) di atas 25

4) Orang yang sudah terdiagnosa prediabetes

Beberapa metode tes gula darah yang dapat dijalani oleh pasien, yaitu:

1) Tes gula darah sewaktu, untuk mengukur kadar glukosa darah pada jam tertentu secara acak. Tes ini tidak mengharuskan pasien untuk puasa. Jika hasil tes ini menunjukkan hasil 200 mg/dL atau lebih, maka pasien dapat didiagnosis menderita diabetes

2) Tes gula darah puasa, untuk mengukur kadar glukosa darah saat pasien berpuasa selama 8 jam sebelum menjalani tes. Pasien dikatakan normal apabila hasil tes <100 mg/dL. Sedangkan hasil tes di antara 100-125 mg/dL menunjukkan pasien menderita prediabetes dan hasil 126 mg/dL atau lebih menunjukkan pasien menderita diabetes

3) Tes toleransi gula, pasien diminta untuk berpuasa semalam, baru memulai tes. Selanjutnya, pasien diminta meminum larutan gula khusus. Sampel gula darah pasien akan diambil kembali 2 jam setelah minum. Hasil <140 mg/dL menunjukkan pasien normal, hasil 140-199 mg/dL menandakan prediabetes, dan hasil 200 mg/dL menandakan diabetes

4) Tes HbA1C (glycated haemoglobin test), untuk mengukur kadar glukosa rata-rata pasien selama 2-3 bulan terakhir. Tes ini mengukur kadar gula darah yang terikat pada hemoglobin. Dalam tes ini, pasien tidak perlu berpuasa. Hasil <5,7% menunjukkan pasien normal, hasil 5,7-6,4% menunjukkan prediabetes, dan >6,5% menunjukkan diabetes

Anestesi lokal harus diberikan hati-hati, karena vasokonstriktor, konsentrasinya harus minimal. Adrenalin, salah satu vasokonstriktor paling umum digunakan, menyebabkan glikogenolisis, sehingga berinteraksi dengan insulin. Noradrenalin memiliki efek glikogenolitik lebih sedikit dibandingkan adrenalin, sehingga lebih direkomendasikan untuk pasien diabetes.

Jika pencabutan dilakukan pada pasien diabetes yang tidak terkontrol, maka akan rentan mengalami infeksi pada luka pencabutan yang meluas ke jaringan sekitarnya. Hal ini disebabkan pengendapan kolesterol dalam sirkulasi perifer (penipisan arteriol) dan mekanisme kemotaktik (yang membantu dalam penyembuhan luka) terganggu pada pasien diabetes.

Analgesik ringan dan obat penenang yang mengandung acetaminophen (Tylenol) dapat digunakan. Kortikosteroid harus dihindari karena aksi glikogenolitiknya, misalnya salisilat (aspirin), karena potensi aksi hipoglikemik saat berinteraksi dengan tablet antidiabetes.

Prosedur bedah harus dilakukan dengan hati-hati agar penyembuhan luka yang baik dapat tercapai. Tepi-tepi tulang harus dihaluskan untuk menghindari iritasi gingiva. Penjahitan luka juga berguna.

Pasien diabetes yang menjalani prosedur bedah kecil dapat memicu ketoasidosis diabetik karena stres. Respon stres mengarah pada perubahan metabolisme dan neurohormonal, yang menciptakan mekanisme untuk mengatasi stres. Stres akan menginduksi terjadinya hiperglikemia, disebabkan karena hipersekresi hormon pengatur gula darah, seperti katekolamin, glukagon, kortisol, dan growth hormon yang berlawanan efeknya dengan insulin, yang meningkatkan produksi glukosa.

Untuk perawatan pada situasi darurat, seperti hiper atau hipoglikemi, klinik gigi harus tersedia insulin, gula, larutan salin, dan glukosa. Hipoglikemia lebih mengancam nyawa, terjadi saat kadar gula darah <55 mg/ 100 ml. Gejalanya berupa kelaparan, kelelahan, berkeringat, vertigo, gemetar, pucat, perasaan cemas, sakit kepala, parestesia, diplopia, penglihatan kabur, kejang, gangguan neurologis, dan penglihatan kabur. Dalam kasus lebih parah, muncul gejala keringat berlebih, hipertensi otot, kejang, kehilangan kesadaran, koma, dan kematian.

Hiperglikemia diabetes terjadi perlahan dan kurang berbahaya daripada hipoglikemia. Hal ini ditandai dengan kelemahan, sakit kepala, mual, muntah, diare, xerostomia, dehidrasi, dyspnea, kelesuan, dan koma.

 

Hipertensi

Terbagi menjadi 2 jenis:

1) Primer - penyebab tidak diketahui (hipertensi esensial)

2) Sekunder - terjadi akibat penyakit sistemik lainnya

 

Tabel I. Klasifikasi ASA berdasarkan tekanan darah dan rekomendasi perawatan gigi yang dapat dilakukan

Tekanan Darah (mmHg)

Klasifikasi ASA

Pertimbangan Perawatan Gigi

<140 dan <90

I

Perawatan gigi seperti biasa. Kontrol setiap 6 bulan

140-159 dan/ atau 90-94

II

Cek tekanan darah sebelum perawatan gigi selama 3 pertemuan beruntun, jika pengukuran lebih maka direkomendasikan rujuk ke dokter umum

Perawatan gigi seperti biasa

Lakukan protokol pengurangan stres jika diperlukan

160-199 dan/ atau 95-114

III

Cek tekanan darah setiap 5 menit

Jika masih meningkat, rujuk ke dokter umum untuk konsultasi sebelum perawatan gigi

Lakukan protokol pengurangan stres

>200 dan/ atau > 115

IV

Cek tekanan darah setiap 5 menit

Jika masih meningkat, jangan lakukan perawatan gigi apapun hingga tekanan darah membaik

Rujuk ke Rumah Sakit jika terapi dental benar-benar sangat dibutuhkan

 

Pasien yang Sedang Hamil

Pertimbangan khusus sebelum pencabutan pada pasien hamil:

1) Anamnesis pasien dengan rinci

2) Jika terdapat komplikasi lain, rujuk dan konsultasikan terlebih dahulu dengan dokter spesialis kandungan (obsgyn)

3) Jika diperlukan perawatan dental, jadwalkan pada trimester kedua (dianggap waktu yang paling optimal)

4) Pasien harus diposisikan dengan nyaman dalam posisi telentang (supine) atau ke kiri jika memungkinkan

5) Anestesi lokal seperti lignokain, bupivakain, dan kodein diyakini paling tidak membahayakan janin

Obat-obat yang harus dihindari pada pasien hamil adalah sebagai berikut:

1) Aspirin dan obat anti inflamasi nonsteroid lainnya (NSAID)

2) Karbamazepin

3) Kloral hidrat

4) Klordiazepoksida

5) Kortikosteroid

6) Diazepam dan benzodiazepin lainnya

7) Diphenhydramine hydrochloride

8) Morfin

9) Pentazosin hidroklorida

10) Fenobarbital

11) Prometazin hidroklorida

12) Propoksifen

13) Tetrasiklin

14) Metronidazol

Gambar 7. Posisi pasien

 

Trimester pertama dan ketiga adalah periode yang lebih krusial. Selama 3 bulan pertama kehamilan, terjadi proses organogenesis (perkembangan janin). mingu ke-3 sampai 8 selama diferensiasi, semua obat harus dihindari karena potensi risikonya. Semua prosedur invasif harus dihindari, kecuali jika infeksi parah memerlukan perawatan darurat. Pasien trimester 3 dapat mengalami sindrom hipotensi telentang (supine) selama perawatan gigi. Posisi lateral miring ke kiri akan memungkinkan aliran balik vena.

 

Pasien yang Sedang Menstruasi

Saat menstruasi, perempuan dapat merasa kesakitan dan kondisi stres seiring dengan perubahan suasana. Tingkat sirkulasi estrogen yang tinggi dapat menyebabkan pendarahan yang berlebihan. Bukan waktu terbaik dilakukan pencabutan kecuali kondisi gawat darurat.

 

Pasien Lanjut Usia

Fisiologi tubuh yang terganggu serta kondisi fisik dan mental yang rapuh harus ditangani dengan sangat hati-hati. Anamnesis juga harus digali lebih dalam karena kemungkinan penyakit sistemik yang ada pada mereka.

 

Kelainan Darah

Misalnya anemia, penyakit darah seperti hemofilia dan leukemia dapat menimbulkan masalah serius saat pencabutan. Anamnesis pasien harus jelas apakah pasien pernah mengalami perdarahan sebelumnya, atau riwayat perdarahan yang sukar sembuh atau berhenti. Bila perlu, lakukan pemeriksaan laboratorium untuk memastikan integritas kaskade koagulasi untuk menghindari komplikasi. Jika diketahui ada kelainan, maka rujuk kepada ahli hematologi.

 

Pasien yang Sedang Menjalani Terapi Antikoagulan

Jika akan dilakukan prosedur bedah, pasien yang menjalani terapi antikoagulan berisiko mengalami perdarahan, tromboemboli yang fatal, atau risiko terjadi infark miokard dalam waktu 6 bulan. Pemeriksaan preoperasi mencakup bleeding time, cloting time, fibrinogen, trombin time, protrombin time, dan activated partial tromboplastin time.

Bleeding time (masa perdarahan) dilakukan untuk evaluasi fungsi trombosit dan jaringan. Nilai rujukan 1-3 detik.

Cloting time (masa pembekuan) dilakukan untuk evaluasi sistem pembekuan darah (faktor-faktor koagulasi). Nilai rujukan 8-18 detik.

Pemeriksaan fibrinogen dilakukan untuk membantu menegakkan diagnosa penyakit karena gangguan pembekuan darah. Jika kadar menurun: fibrinogenolisis, komplikasi obstetrik, hipofibrinogenemia, leukemia, penyakit hati berat. Jika kadar meningkat: infeksi akut, diabetes, penyakit kolagen sindrom inflamatori, obesitas, pengaruh obat (alat/ obat kontrasepsi oral, penggunaan heparin). Nilai rujukan 200-400 mg/dL.

Protrombin time (PT/ masa protrombin) dilakukan untuk mengukur integritas dari faktor pembekuan ekstrinsik dan jalur umum kaskade pembekuan, terdiri dari faktor VII, II (protrombin), V, X, dan fibrinogen. Pemanjangan PT dapat dijumpai pada penggunaan warfarin (obat anti koagulan), defisiensi vitamin K (misal malnutrisi, obstruksi saluran empedu), penyakit hati, defisiensi faktor ekstrinsik koagulasi (II, VII, V, X, dan fibrinogen), hipotermi, dan paska pemberian heparin. Nilai rujukan 11-15 detik.

Trombin time (TT/ waktu trombin) dilakukan untuk menentukan seberapa lama waktu yang dibutuhkan plasma untuk membeku. Menentukan fungsi dari fibrinogen. Peningkatan dari TT menandakan hipofibrinogenemia, membantu diagnosa DIC (disseminated intravascular coagulation), kelainan hati (misal cirosis), atau penggunaan obat (heparin, warfarin, hirudin). Nilai rujukan 14,7-21,7 detik.

Pasien yang menggunakan antikoagulan harus dirawat setelah berkonsultasi dengan dokter yang merawatnya. Yang harus diperhatikan oleh dokter gigi adalah jenis antikoagulannya dan kondisi pemberiannya. Biasanya, antikoagulan diberikan dalam jangka waktu lama untuk berbagai kondisi kardiovaskular (setelah infark miokard akut, dll.), untuk kasus penyakit serebrovaskular, dan kondisi yang melibatkan vena (emboli paru, trombosis vena). obat paling sering digunakan adalah coumarin, heparin, dan turunan asam asetilsalisilat (aspirin).


Obat Coumarin

Obat ini cukup untuk meningkatkan waktu protrombin menjadi 2-2,5x di atas normal, sehingga mencegah pembekuan darah intravaskular. Hal ini menimbulkan masalah besar bagi pembekuan darah, karena menurunkan kadar plasma faktor II, VII, IX, dan X. Oleh karena itu, jika pembedahan dilakukan, ada peningkatan risiko perdarahan paska operasi yang berkepanjangan, yang seringkali sulit dikendalikan. Konsultasikan terlebih dahulu dengan ahli hematologi agar dosis antikoagulan dikurangi atau bahkan dihentikan sama sekali sebelum operasi, sampai waktu protrombin mencapai kisaran yang diinginkan (maksimum 1,5x tingkat normal). Waktu protrombin harus berada dalam kisaran 17-19 detik pada hari operasi, dengan pengurangan bertahap dari dosis terapeutik minimal 2 hari sebelumnya. Setelah operasi, waktu protrombin dikembalikan ke tingkat terapeutik sebelumnya dengan peningkatan bertahap selama periode 2 hari.

Hari ini, pengukuran antikoagulan didasarkan pada INR (International Normalized Ratio), harus di antara 2 dan 3 jika terapi antikoagulan diindikasikan untuk profilaksis trombosis vena atau fibrilasi atrium; dan kisaran 2,5-3,5 jika diindikasikan untuk pasien dengan katup jantung prostetik. Pencabutan gigi tanpa komplikasi atau osteotomi minor sering dapat dilakukan dengan INR 2-3,5. Prosedur bedah memerlukan INR harus 1,6-1,9 sehingga risiko perdarahan berkurang.

Pengurangan dosis antikoagulan oral harus dipertimbangkan risiko komplikasi umum bersama dengan dokter yang merawat. Dokter gigi tidak boleh mengurangi dosis tanpa konsultasi dengan dokter yang merawat.

 

Obat Heparin

Efeknya berlangsung sekitar 4-8 jam, tetapi dapat diperpanjang hingga 24 jam. Heparin dapat dihentikan setidaknya 4 jam sebelum prosedur dental. Paska operasi, jika tidak ada perdarahan hebat, heparin dapat diberikan lagi pada hari yang sama, dalam dosis yang telah disesuaikan.


Gambar 8. Obat heparin

 

Obat Turunan Aspirin

Pasien harus menghentikan penggunaannya setidaknya 2-5 hari sebelum prosedur pembedahan dan obat dapat dilanjutkan 24 jam kemudian.


 

Gambar 9. Obat aspirin


Kasus pemberhentian pengobatan antikoagulan memerlukan tes laboratorium berikut pada pagi hari dari prosedur bedah yang dijadwalkan:

1) Waktu protrombin untuk pasien pengguna obat coumarin

2) Waktu tromboplastin parsial untuk pasien pengguna heparin

3) Waktu perdarahan dan waktu protrombin untuk pasien pengguna salisilat dalam waktu lama

Pasien yang menggunakan antikoagulan karena katup jantung buatan, trombosis vena berat atau cangkok vaskular yang menghentikan terapi untuk pencabutan gigi harus melanjutkan obat antikoagulan segera mungkin karena peningkatan risiko emboli akibat trombus. Pencabutan gigi pada pasien ini dilakukan dalam sesi sesingkat mungkin, sehingga periode tanpa terapi antikoagulan menjadi sesingkat mungkin. Jika ada kedaruratan (abses dentoalveolar akut) pada pasien sakit jantung dengan antikoagulan dan tidak memungkinkan untuk mengukur waktu protrombin, prosedur dental harus dilakukan di Rumah Sakit untuk mengontrol perdarahan. Penghentian antikoagulan tidak diperlukan untuk prosedur bedah minor, jika diperlukan kontrol perdarahan dapat menggunakan inhibitor fibrinolisis (asam traneksamat), setidaknya 2 hari paska operasi.

 

Pasien Hipertiroid

Hipertiroid adalah kondisi yang mengacu pada kelebihan hormon tiroid, karena hiperfungsi kelenjar tiroid. Pasien tirotoksik muncul dengan gejala kecemasan, hiperaktif, berkeringat banyak, tremor tangan, insomnia, penurunan berat badan karena peningkatan metabolisme, takikardia, aritmia, peningkatan tekanan darah, kelemahan, dan exoptalmus (bola mata menonjol keluar/ melotot).


Gambar 10. Hipertiroid

 

Dalam keadaan tertentu, pasien tirotoksik mungkin mengalami krisis tirotoksik, yaitu memburuknya secara akut gejala tiroid. Pasien mengalami demam, takikardi, aritmia, sakit perut, berkeringat banyak, mual, gagal jantung kongestif, edema paru, dan koma. Pada sejumlah besar pasien, krisis tirotoksik mengakibatkan kematian.

Faktor pencetus krisis tirotoksik meliputi stres berat, infeksi, prosedur pembedahan, trauma, kehamilan, ketoasidosis diabetik, obat-obatan yang mengandung yodium, dll. Anestesi lokal atau prosedur bedah dapat memicu krisis tirotoksik, karena stres yang ditimbulkan. Oleh karena itu, pemberian obat penenang dianggap perlu untuk mengurangi stres dan ketakutan pasien.

Konsultasi dengan dokter penting, karena pasien ini biasanya menderita penyakit kardiovaskular, yang harus dipertimbangkan dokter gigi. Penatalaksanaan bedah mulut harus ditunda sampai berfungsinya tiroid normal dengan manajemen medis yang tepat. Pasien ini juga berinteraksi negatif dengan katekolamin, sehingga ada peningkatan risiko terjadi reaksi parah terhadap vasokonstriktor, terutama adrenalin dan noradrenalin. Vasokonstriktor harus diberikan dalam konsentrasi serendah mungkin. Felypressin dianggap sebagai vasokonstriktor paling aman.

 

Pasien dengan Penyakit Ginjal

Penyakit ginjal yang menjadi perhatian khusus untuk dokter gigi adalah glomerulonefritis akut, kronis, dan gagal ginjal.

 

Glomerulonefritis Akut

Penyakit ini ditandai dengan radang glomeruli yang akut dan menyebar. Lebih sering terjadi pada orang muda dan disebabkan oleh grup Aβ - hemolitik Streptokokus, terutama setelah infeksi saluran pernapasan atas (tonsilitis, otitis, faringitis). Ini adalah kondisi yang parah dan tidak ada prosedur bedah yang diperbolehkan di rongga mulut tanpa konsultasi dengan dokter yang merawat pasien. Jika dianggap sangat perlu, maka prosedur harus dilakukan di Rumah Sakit.

 

Glomerulonefritis Kronis

Penyakit ini muncul tanpa gejala pada tahap awal. Gejala yang muncul kemudian berupa proteinuria dan ada kristal hemoragi dalam urin, hipertensi, sakit kepala, anemia, dan poliuria. Penyakit ini berkembang perlahan dan akhirnya parenkim ginjal hancur, menyebabkan retraksi ginjal. Pasien dengan penyakit ini dapat menjalani operasi tanpa antibiotik profilaksis. Namun langkah berikut ini disarankan untuk dilakukan:

1) Konsultasi dengan dokter yang merawat pasien

2) Pemantauan tekanan darah sebelum dan selama prosedur bedah, karena pasien biasanya hipertensi

 

Gagal Ginjal Kronis

Ini adalah sindrom klinis, ditandai dengan kerusakan ginjal permanen, mengganggu fungsi glomerulus dan tubulus. Pasien dengan penyakit ini mengalami anemia dan pada kasus lanjut diatesis hemoragi (trombositopenia pada 50% kasus), serta gangguan metabolisme lainnya. Penyebab paling umum penyakit ini adalah glomerulonefritis, nefrosklerosis hipertensi, diabetes melitus, dan nefrotoksin. Ketika akan dilakukan prosedur bedah pada pasien ini, tindakan pencegahan berikut diperlukan:

1) Konsultasi dengan ahli nefrologi pasien

2) Dalam kasus anemia berat, hematokrit harus di tingkat yang dapat diterima

3) Tindakan pencegahan untuk mengatasi perdarahan yang luas karena diatesis hemoragi

4) Tindakan lokal untuk kontrol perdarahan dengan menempatkan gelatin spons pada soket, serta penjahitan untuk penyembuhan luka yang optimal

5) Penggunaan vasokonstriktor minimal karena biasanya ada hipertensi

6) Penggunaan anestesi lokal minimal untuk menghindari toksisitas

7) Menghindari prosedur dental apapun pada hari dilakukan hemodialisis

 

Pasien dengan Penyakit Asma

Kondisi kronis ini ditandai dengan dispnea paroksismal, batuk, stenosis saluran bronkus, dan bronkiolus karena bronkokonstriksi, edema mukosa, dan produksi lendir kental. Asma mempengaruhi anak-anak dan orang dewasa, sementara 50% kasus disebabkan oleh alergi.

Stres, alergi, dan perubahan suhu dapat memicu serangan asma. Serangan muncul dengan gejala dispnea ekspirasi, disertai dengan batuk nonproduktif saat beraktivitas disertai dengan mengi. Ekspresi pasien cemas, wajah pucat dan sianotik, anggota badan pasien dingin, serta berkeringat.

Serangan asma akut adalah salah satu masalah pernapasan yang paling umum ditemui di klinik gigi. Perawatan segera diperlukan sehingga pasien tidak memburuk dan mencapai kondisi yang disebut status asmatikus. Kondisi ini merupakan tahap parah dari asma paroksismal dan tidak mempan diobati dengan terapi biasa untuk asma.

Dokter gigi harus mengambil semua tindakan pencegahan yang tepat untuk mencegah serangan selama prosedur dental dan bersiap untuk menghadapi serangan asma jika terjadi.

Tindakan pencegahan yang dapat dilakukan yaitu:

1) Anamnesa riwayat medis pasien secara rinci untuk menentukan tingkat keparahan asma (frekuensi dan durasi serangan)

2) Pemberian obat penenang untuk manajemen stres

3) Kontrol nyeri (untuk menghindari stres) dengan durasi dan kedalaman anestesi lokal yang cukup

4) Janji temu singkat dan prosedur bedah yang lembut

 

Pasien dengan Penyakit Tuberkulosis

Merupakan penyakit menular yang disebabkan Mycobacterium tuberculosis, atau dikenal sebagai basil Koch, dan dapat menyerang semua organ, meskipun paru-paru adalah target utama. Tanda dan gejala klinis yaitu batuk produktif terus menerus dengan dahak tidak bernanah dan mungkin mengandung darah. Gejala lainnya meliputi demam, anoreksia, penurunan berat badan, dan kelelahan. Orang dan hewan yang menderita TBC menularkan penyakit. Mycobacterium memasuki tubuh melalui sistem pernapasan dan lebih jarang lewat makanan/ minuman.


Gambar 11. Mycobacterium tuberculosis penyebab TBC

 

Di klinik gigi, penularan penyakit dapat terjadi melalui droplet (terutama ketika pasien batuk selama prosedur dental). Tindakan pencegahan berikut diperlukan:

1) Pasien dengan gejala menunjukkan TBC aktif secara klinis harus dirujuk pemeriksaan fisik, untuk memverifikasi status saat ini

2) Perawatan gigi pasien TBC paru atau laring aktif harus ditunda sampai dipastikan tidak ada bahaya dalam penularan penyakit

3) Jika prosedur dental benar-benar dibutuhkan pada pasien TBC aktif, maka perawatan harus dilakukan di RS. Dokter gigi dan tenaga kesehatan yang bersentuhan dengan pasien harus memakai pakaian protektif tambahan (misalnya masker bedah, gaun sekali pakai, dll.)

 

Pasien dengan Penyakit Infeksius (Hepatitis B, C, dan AIDS)

AIDS, hepatitis B, dan C merupakan penyakit menular yang menjadi masalah kesehatan dunia dan terdapat pada semua kelas sosial. Oleh karena itu, baik dokter gigi maupun pasien harus dilindungi dari penularan. Riwayat medis pasien sangat penting dan tindakan pencegahan harus diambil terutama pada kelompok berisiko tinggi, yaitu pasien hemodialisa, pengguna narkoba, homoseksual, pasien mendapat transfusi darah teratur, dan orang yang berasal dari negara di mana insiden dan prevalensi penyakit menular ini tinggi (Afrika, Asia, dll.).

Risiko penularan dari 1 pasien ke pasien lain biasanya melalui penggunaan instrumen terinfeksi selama prosedur operasi. Dokter gigi juga berisiko terinfeksi melalui kontak langsung dengan pembawa penyakit dari darah dan air liur atau tidak disengaja tertusuk jarum yang terinfeksi atau instrumen dental yang tajam lainnya. Jika pasien diketahui memiliki penyakit infeksius, maka diperlukan tindakan berikut:

1) Jadwalkan janji temu terakhir pada hari itu

2) Menggunakan 2 pasang sarung tangan sekali pakai

3) Kacamata pelindung khusus dan masker bedah sekali pakai

4) Gaun dan topi bedah pelindung khusus yang menutupi rambut kulit kepala

5) Jarum sekali pakai dengan teknik standar dalam melepas dan memasang penutup jarum kembali

6) Membuang pisau bedah dan jarum sekali pakai dalam wadah benda tajam

7) Mengumpulkan semua sampah medis (suction, gelas plastik, sarung tangan, masker, kain kasa, dll.) di dalam wadah nilon yang kuat dan dibuang ke sampah medis

8) Setelah selesai perawatan, desinfeksi benda-benda tertentu (bagian kursi gigi yang terbuka, bowl kursi gigi, lampu, dsb.)

9) Sterilisasi semua instrumen yang digunakan dalam autoklaf

 

Pasien dengan Penyakit Epilepsi

Epilepsi adalah manifestasi klinis dari aktivitas listrik otak yang abnormal, mengarah pada aktivitas motorik dan keadaan kesadaran yang berubah. Faktor utama pemicu kejang meliputi stres berat, minuman beralkohol, hipoglikemia, nyeri hebat, pemberian anestesi lokal dosis besar, dan prosedur bedah. Tanda dan gejala meliputi kejang periodik, yang muncul tiba-tiba atau setelah beberapa peringatan.

Kejang biasanya muncul dalam 3 fase: aura, fase kejang, dan fase paska kejang. Aura melibatkan gejala prodromal (gejala yang dirasakan sebelum kejang terjadi). Gejalanya meliputi tinitus, menguap, pusing, gelisah, dan bau yang khas. Fase ini berlangsung beberapa detik dan diikuti fase kejang, ditandai dengan gerakan spasmodik terus menerus dari kepala, tubuh, dan anggota badan. Gejala lain yang dapat muncul meliputi menutup rahang secara paksa, memutar mata ke atas atau bawah samping, dan buih merah muda dari mulut. Pernapasan mungkin berhenti, wajah menjadi sianotik, dan inkontinensia tinja dan urin dapat terjadi. Setelah fase kejang akan diikuti fase paska kejang.

Fase paska kejang ditandai oleh gangguan kesadaran, pucat, dan kelemahan. Fase ini memiliki durasi bervariasi dan dapat berlangsung selama 10-30 menit. Pasien sadar kembali, tapi merasa lelah dan sakit kepala, tapi tidak mengingat kejang itu sendiri.

Pasien epilepsi tertentu mungkin merupakan status epileptikus, ditandai dengan kejang berulang yang berlangsung lebih dari 30 menit, tanpa periode pemulihan. Kondisi ini merupakan darurat medis, karena tidak cukup waktu bagi pasien untuk bernapas normal dan pulih dari serangan pertama. Tindakan pencegahan yang dapat dilakukan:

1) Pengurangan stres

2) Pemberian anestesi lokal dosis kecil dan selalu lakukan aspirasi awal

3) Janji temu singkat, semudah mungkin

4) Obat antikonvulsan tambahan sebelum prosedur bedah, setelah berkonsultasi dengan dokter yang merawat

 

Pasien yang Menjalani Perawatan Radioterapi

Pasien yang sedang dirawat dengan iradiasi di daerah wajah dan leher untuk terapeutik meningkatkan risiko infeksi tulang yang luas jika dilakukan pencabutan gigi atau prosedur bedah lainnya. Untuk menghindari komplikasi, prosedur bedah setidaknya dilakukan 1 tahun tanpa gejala setelah iradiasi terakhir dan pasien diberikan dosis besar antibiotik profilaksis selama beberapa hari. Penutupan luka wajib dilakukan. Jika pencabutan dilakukan sebelum radioterapi, harus 7-10 hari sebelumnya. Periode dapat diperpanjang tergantung kondisi pasien dan dosis radiasi yang diberikan.

 

Pasien Alergi

Reaksi alergi, baik selama atau setelah prosedur dental, adalah salah satu masalah paling serius yang dihadapi dokter gigi. Obat-obatan yang dapat menimbulkan reaksi alergi adalah: anestesi lokal, antibiotik, analgesik, obat ansiolitik, dan berbagai material dental lainnya.

Reaksi alergi diklasifikasikan menjadi 4 jenis berdasarkan mekanisme imunologi yang menyebabkannya, yaitu:

1) Reaksi tipe I: anafilaksis

2) Reaksi tipe II: hipersensitivitas sitotoksik

3) Reaksi tipe III: hipersensitivitas dimediasi kompleks imun

4) Reaksi tipe IV: hipersensitivitas dimediasi sel atau tertunda

Manifestasi klinis alergi tidak selalu sama, tergantung pada reaksi tubuh yang meliputi:

1) Anafilaksis: reaksi alergi yang paling berbahaya, dapat menyebabkan kematian pasien dalam beberapa menit. Gejala yang muncul berupa pernapasan akut dan kolaps sirkulasi, disertai suara serak, disfagia, kecemasan, ruam, rasa terbakar, sensasi nyeri, pruritus, dispnea, sianosis pada tungkai, mengi karena bronkospasme, muntah, diare, denyut jantung cepat tidak teratur karena hipoksia, hipotensi, dan kehilangan kesadaran. Anafilaksis bisa berakibat fatal dalam 5-10 menit

2) Urtikaria: jenis reaksi alergi paling umum, ditandai dengan munculnya vesikel dengan berbagai ukuran, yang disebabkan sekresi histamin dan serotonin, sehingga terjadi peningkatan permeabilitas struktur vaskular. Vesikel menyebabkan pruritus dan sensasi terbakar pada kulit. Reaksi dapat terjadi di 1 tempat atau seluruh tubuh. Reaksi yang parah dapat menyebabkan penurunan volume darah dan dapat mengakibatkan anafilaksis


Gambar 12. Urtikaria di seluruh tubuh

 

3) Edema angioneurotik (edema quincke): muncul tiba-tiba dan merupakan pembengkakan jaringan lunak berbatas jelas, terutama terjadi di bibir, lidah, mukosa bukal, kelopak mata, dan epiglotis. Reaksi ini berbahaya karena menyumbat saluran pernapasan atas, mengakibatkan dispnea dan kesulitan menelan. Jika tidak segera ditangani dapat menyebabkan kematian dengan cepat

4) Asma alergi: terjadi bronkospasme dan dispnea pernapasan

Tindakan pencegahan paling umum yang harus diambil jika pasien memiliki riwayat alergi jenis apa pun adalah:

1) Pertanyaan tentang jenis alergi dan obat atau zat yang menyebabkan reaksi tersebut

2) Rujukan pasien ke ahli alergi untuk pengujian, jika riwayat menunjukkan alergi terhadap anestesi lokal

3) Menghindari pemberian obat yang membuat pasien hipersensitif. Misalnya dalam kasus alergi aspirin, asetaminofen dapat diresepkan, atau alergi penisilin, maka dapat diganti dengan makrolida

4) Pasien dengan riwayat penyakit atopik, seperti rinitis alergi, asma, dan eksim, harus diberi perhatian khusus

5) Dokter gigi harus siap menghadapi reaksi alergi dengan obat-obatan (adrenalin, hidrokortison, antihistamin, dan oksigen)

 

Alergi Anestesi Lokal

Biasanya disebabkan karena bahan pengawet dalam ampul, yang bertindak sebagai germisida. Pengawet yang paling umum digunakan adalah turunan dari paraben (metil, etil, propil, dan butil paraben). Saat ini, sebagian besar anestesi lokal tidak mengandung pengawet untuk menghindari reaksi alergi, sehingga masa simpan larutan anestesi menjadi lebih pendek.

 

Alergi Antibiotik

Antibiotik yang paling diminati dokter gigi adalah penisilin, karena dianggap sebagai pilihan dalam banyak kasus prosedur perawatan gigi. Frekuensi reaksi alergi akibat penisilin berkisar 2-10% dan reaksi alergi yang muncul dari ringan, berat, atau bahkan fatal

 

Alergi Analgesik

Biasanya disebabkan, walaupun jarang, adalah narkotika (kodein atau petidin) dan asam asetilsalisilat (aspirin). Analgesik yang dianggap menimbulkan alergi adalah aspirin, berkisar dari 0,2-0,9%. Reaksi alergi bervariasi, dari urtikaria hingga syok anafilaksis. Kadang gejala asma atau angioneurotik edema mungkin muncul.

 

Alergi Obat Ansiolitik

Barbiturat adalah obat ansiolitik yang paling sering menyebabkan alergi. Reaksi alergi biasanya ringan dan seringkali hanya berupa reaksi kulit (urtikaria).

 

Alergi Bahan/ Material Dental

Biasanya disebabkan resin akrilik, antiseptik tertentu, dan sarung tangan. Reaksi alergi biasanya ringan dan seringkali terbatas pada reaksi kulit (urtikaria).

 

Pasien Pingsan

Terjadi tiba-tiba, merupakan kondisi kehilangan kesadaran sementara, di mana fungsi korteks otak terhambat, mengakibatkan kurangnya komunikasi pasien dengan lingkungannya. Kondisi ini merupakan komplikasi yang paling sering ditemui dan dapat terjadi pada semua orang. Biasanya terjadi antara usia 15 dan 35, terutama laki-laki. Penyebab paling umum adalah keadaan emosi, nyeri hebat, hipotensi ortostatik, dan gangguan hormon. Gejala awal pingsan yaitu sakit kepala, cemas, pucat, berkeringat, takikardia, lemas, tidak enak badan, peningkatan suhu di area wajah dan leher, mual, vertigo, dan gangguan keseimbangan.

Sesaat sebelum kehilangan kesadaran terjadi bradikardia setelah takikardi awal, berkurangnya penglihatan, pusing berat, dan tekanan darah turun. Saat pingsan berlanjut akan terjadi pelebaran pupil, menguap, hiperpnea, dan tungkai dingin.

Kurangnya respons terhadap rangsangan sensorik dan kurangnya refleks pelindung menjadi ciri hilangnya kesadaran. Tingkat pernapasan pasien dapat teratur atau tidak, sementara apnea total jarang terjadi.  Gejala lain yang dapat terjadi adalah bradikardi (50 denyut/ menit), penurunan tekanan darah, kejang singkat tapi ringan (terutama saat pasien posisi duduk), dan relaksasi otot, yang dapat menyebabkan obstruksi pada saluran napas atas (lidah jatuh ke arah posterior dinding faring).

Kehilangan kesadaran biasanya tidak terjadi lebih lama dari 10-20 detik. Jika episode pingsan terjadi lebih dari 5 menit, maka kemungkinan ada penyebab serius, sehingga pasien perlu dirujuk ke Rumah Sakit.

Pingsan dapat dihindari jika tindakan pencegahan dilakukan:

1) Riwayat medis: kecenderungan pasien untuk pingsan saat mereka dalam posisi mengalami stres fisik dan psikologis. Jika sudah dipastikan bahwa pasien ketakutan dan cemas ekstrem, maka premedikasi sedatif harus diberikan

2) Hindari menyebabkan rasa sakit. Sebelum administrasi anestesi lokal untuk orang yang sangat sensitif, anestesi topikal harus dioleskan di tempat injeksi dan penyuntikan harus sepelan mungkin

3) Posisikan pasien di kursi gigi dengan baik. Posisi dianjurkan untuk semi-supin atau supin, karena pada posisi ini, iskemia otak tidak terjadi sehingga terhindar dari pingsan

 

Pencabutan Gigi

Teknik sederhana paling sering digunakan dalam praktik. Sebaliknya, teknik pembedahan hanya digunakan pada kasus di mana pencabutan gigi atau akar gigi tidak dapat dilakukan dengan teknik sederhana.

Syarat dasar untuk hasil yang baik dalam pencabutan gigi sederhana adalah:

1) Menginformasikan dan meyakinkan pasien, sehingga tidak stres dan takut, serta memastikan kerjasama yang baik selama prosedur

2) Mengetahui anatomi gigi dengan baik, yang dapat bervariasi

3) Pemeriksaan klinis dan radiografi yang dapat memberikan informasi penting berkaitan dengan perencanaan dan memilih teknik yang tepat

4) Persiapan pasien, dapat dengan larutan antiseptik untuk membilas rongga mulut pasien dan posisi kursi gigi yang benar

 

Posisi Pasien

Kursi gigi harus diposisikan dengan benar agar visualisasi baik dan kenyamanan selama pencabutan memadai. Untuk pencabutan gigi rahang atas, mulut pasien harus sama tinggi dengan bahu dokter gigi dan sudut antara kursi gigi dan bidang horizontal (lantai) harus kira-kira membentuk sudut 120o C. Selain itu, permukaan oklusal gigi rahang atas harus berada pada sudut 45o dibandingkan dengan bidang horizontal saat mulut terbuka.

Selama pencabutan gigi mandibula, kursi diposisikan lebih rendah, sehingga sudut yang dibentuk antara kursi dan bidang horizontal sekitar 110o. Selain itu, permukaan oklusal gigi mandibula harus sejajar bidang horizontal saat mulut pasien terbuka. Posisi dokter dengan dominan tangan kanan adalah di depan dan sebelah kanan pasien; untuk dokter gigi kidal berada di depan dan sebelah kiri pasien.


Gambar 13. Posisi dokter gigi selama pencabutan. Pada gambar ini ilustrasi untuk dokter gigi dengan dominan tangan kanan. Untuk semua gigi rahang atas dan gigi posterior rahang bawah, dokter gigi berada di depan dan kanan (kiri untuk dokter gigi kidal). Untuk gigi anterior rahang bawah (gigi 33-42), dokter gigi berada di depan atau di belakang dan ke kanan pasien. Untuk gigi di kuadran 4 (43-48), dokter gigi berada di belakang kanan pasien

 

Separasi Gigi dari Jaringan Lunak

Memisahkan Perlekatan Jaringan Lunak

Langkah pertama dalam pencabutan sederhana adalah memutuskan atau melonggarkan perlekatan jaringan lunak yang mengelilingi gigi. Diperlukan 2 instrumen, yaitu desmotom lurus dan melengkung. Desmotom lurus digunakan untuk 6 gigi anterior maksila, sedangkan yang melengkung untuk sisa gigi maksila dan semua gigi mandibula.

Desmotom dipegang dengan tangan dominan, seperti pena (pen grasp), dan setelah diposisikan di bagian bawah sulkus gingiva, digunakan untuk memotong jaringan ligamen periodontal. Hal ini dimulai dari permukaan distal gigi yang akan dicabut dan bergerak menuju mesial, kemudian bukal dan menuju lingual atau palatal. Gunakan jari telunjuk dan ibu jari tangan satunya untuk diposisikan di bukal dan palatal atau jari telunjuk dan jari tengah di bukal dan lingual, untuk melindungi jaringan lunak dari cedera (lidah, pipi, palatum).

Pada gigi mandibula, posisi jari diletakkan berbeda dengan maksila. Jari yang biasa digunakan adalah jari telunjuk dan jari tengah tangan non dominan. Lebih khusus lagi, dari gigi molar 3 kanan sampai gigi incisivus lateral kiri (48-32), jari kelingking ditempatkan di bukal dan jari tengah di lingual, sedangkan sisa gigi di sisi kiri (gigi 33-38), jari telunjuk ditempatkan di lingual dan jari tengah di bukal.


Gambar 14. Melepaskan perlekatan jaringan lunak pada gigi rahang atas anterior. Penempatan jari telunjuk di labial dan ibu jari di palatal

 

Gambar 15. Untuk gigi kiri atas, jari telunjuk ditempatkan di bukal dan ibu jari di palatal

 

Gambar 16. Untuk gigi kiri bawah, jari telunjuk ditempatkan di bukal dan jari tengah di lingual

 

Gambar 17. Untuk gigi depan bawah, jari telunjuk diletakkan di labial dan jari tengah di lingual

 

Gambar 18. Untuk gigi sisi kanan bawah, jari tengah diletakkan di bukal dan jari telunjuk di lingual

 

Menyibakkan Jaringan Lunak

Dilakukan dengan 2 instrumen, yaitu elevator Chompret lurus atau melengkung. Instrumen ini digunakan untuk mendorong atau menyibakkan gingiva di sekitar gigi, agar forcep dapat mencengkeram bagian gigi di bawah garis servikal gigi seapikal mungkin. Beberapa klinisi berpendapat bahwa tidak perlu menyibakkan jaringan lunak karena memotong perlekatannya saja sudah cukup, yang lain menganggap menyibakkan lebih tepat. Faktanya tetap memutuskan perlekatan kurang traumatis dibandingkan dengan menyibakkan.  

Elevator Chompret juga digunakan untuk menyibakkan gigi rusak yang ditutupi gingiva hiperplastik, memungkinkan penempatan instrumen yang tepat untuk pencabutannya. Penyibakan dilakukan dengan cara yang persis sama seperti memutuskan perlekatan jaringan lunak, dengan gerakan sedikit berbeda, yaitu dilakukan dengan sedikit tekanan dan ke arah luar. Elevator Chompret juga dapat digunakan sebagai elevator gigi untuk mengambil akar dan ujung akar yang patah. Pada kasus gigi utuh, elevator periosteal Freer lebih cocok untuk menyibakkan dibanding Chompret karena bentuknya sangat sempit dan mudah digunakan.


Gambar 19. Elevator Chompret

 

Gambar 20. Elevator periosteal Freer

 

Prinsip Mekanik Tang Cabut (Forcep) dan Pengungkitan

Ada 3 prinsip kerja yang diterapkan pada elevator gigi, yaitu:

1) Prinsip Lever

2) Prinsip Wedge

3) Prinsip roda dan poros (wheel & axle)

  

Prinsip Tuas (Lever)

Prinsip yang paling sering digunakan. Pengungkit adalah mesin sederhana untuk mengangkat benda berat dengan mengerahkan sedikit tenaga. Elevator adalah tuas yang pertama digunakan. Titik tumpu terletak di antara gaya input dan beban output. Untuk mendapat keuntungan mekanik, lengan usaha (effort arm) harus lebih panjang dari lengan penahan (resistance arm).

Prinsip tuas saat menggunakan tang cabut: saat mencabut gigi, berikan gaya yang terkontrol ke arah yang telah ditentukan. Usaha atau kekuatan diwakili oleh gagang tang dan resistensi atau berat diwakili oleh paruh. Titik tumpu berada di sendi engsel.

Prinsip tuas saat menggunakan elevator: gaya ditransmisikan pada pegangan (handle) yang panjang, sehingga keuntungan mekanis diperoleh pada lengan (shank) dan ujung bilah (blade) yang menggerakkan gigi.


Gambar 21. Prinsip tuas dalam mengungkit

 

Prinsip Baji (Wedge)

Terdiri dari 2 bidang miring yang dapat digerakkan, yang bertemu dan membentuk sudut yang tajam. Biasanya digunakan bersamaan dengan prinsip tuas. Prinsip ini adalah prinsip fisika bahwa baji dapat digunakan untuk membelah, memperluas, atau memindahkan bagian dari suatu zat yang menerima gaya. Semakin tajam sudut baji, semakin sedikit usaha untuk mengatasi hambatan.

Baji elevator diselipkan di antara akar dan tulang, sejajar dengan sumbu panjang gigi. Elevator kecil Apexo atau Warwick James dapat mencabut akar dari soket dengan cara yang sama dengan memakai elevator lurus. Tang gigi juga menerapkan prinsip ini. Ujung sempit tang diselipkan di bawah CEJ dan bagian paruh yang lebih luas secara bertahap dimasukkan lebih jauh dengan melebarkan tulang.


Gambar 22. A dan B: keuntungan mekanik menggunakan prinsip Wedge untuk membelah, memperluas, atau memindahkan benda

 

Gambar 23. Prinsip baji diterapkan selama penggunaan: (A & B) elevator; (C) paruh tang cabut untuk memperluas tulang alveolar

 

Prinsip Roda dan Poros (Wheel and Axle)

Prinsip ini merupakan modifikasi dari prinsip tuas, tetapi dapat memindahkan beban lebih jauh daripada tuas. Gaya yang diterapkan pada pegangan ke sisi roda menciptakan torsi terhadap fulkrum (titik tumpu) untuk mengangkat beban berat. Usaha diterapkan dengan berbentuk roda, yang memutar poros untuk menaikkan beban. Makin lebar diameter roda, keuntungan mekanis lebih besar. Contoh prinsip ini diterapkan dengan elevator Cryer. Ujung pisau (blade) dimasukkan jauh ke dalam ruang antara tulang dan akar, pegangan diputar dalam roda untuk mencabut akar. Prinsip ini diterapkan untuk tang cabut: diselipkan antara labial/ bukal dan lingual/ palatal, kemudian terapkan gaya memutar, yang menghasilkan rotasi gigi di soket sehingga membuatnya longgar.


Gambar 24. (A, B) Prinsip mekanik roda dan poros. (C, D) Aplikasi klinis prinsip roda dan poros menggunakan: (C) Elevator Cryer; (D) Tang cabut maksila

 

Indikasi pemakaian elevator:

1) Meluksasi gigi berakar banyak sebelum aplikasi tang cabut

2) Meluksasi, atau mencabut gigi yang tidak bisa dijepit oleh paruh tang cabut, misalnya gigi impaksi, malposisi gigi, gigi karies parah

3) Menghilangkan sisa akar gigi yang pecah, atau ujung akar gigi

Aturan yang harus dilakukan saat menggunakan elevator:

1) Pegang elevator dengan posisi palm grip

2) Jangan pernah menggunakan gigi sebelahnya sebagai tumpuan, kecuali gigi sebelahnya juga akan dicabut

3) Jangan pernah menggunakan bidang bukal atau lingual sebagai tumpuan

4) Selalu gunakan pelindung jari untuk melindungi jaringan lunak jika elevator tergelincir

5) Dukung lengan (shank) elevator dengan jari telunjuk untuk mengontrol gaya yang akan diterapkan pada elevator

6) Selalu elevasi dari sisi mesial gigi

7) Permukaan elevator yang cekung menghadap gigi/ akar yang akan dicabut, mengikuti kelengkungan akar


Gambar 25. (A, B) Cara memegang elevator yang benar; (C, D, E) Rotasi elevator mengikuti aksis dari gigi/ akar gigi


Teknik Pencabutan dengan Tang Cabut

Teknik ini mencakup cara yang benar dalam memegang tang dan gigi yang akan dicabut, gaya yang diterapkan pada gigi, serta arah gerakan selama pencabutan. Tang cabut dipegang dengan tangan dominan, sedangkan ibu jari ditempatkan bersamaan di antara pegangan tepat di belakang engsel, sehingga tekanan yang diberikan pada gigi terkontrol. Tangan yang tidak dominan juga memainkan peran penting, yaitu:

1) Retraksi jaringan lunak pipi, bibir, dan lidah sehingga visualisasi area operasi memadai

2) Menjaga dan menstabilkan kepala pasien dan tulang alveolar, mengontrol perluasan tulang alveolar dengan cara merasakan dengan jari, serta luksasi gigi selama berbagai manuver

3) Menopang dan menstabilkan mandibula, menangkal gaya yang diberikan tang cabut, karena bila sangat besar, dapat mencederai sendi temporomandibular

Setelah retraksi gingiva, paruh tang diposisikan di garis servikal gigi, sejajar dengan sumbu panjangnya, tanpa mencengkeram tulang atau gingiva pada saat bersamaan. Gerakan ekstraksi awal diterapkan sangat lembut. Selanjutnya, dokter gigi menerapkan tekanan stabil untuk menggerakkan gigi ke bukal terlebih dahulu, lalu ke palatal atau lingual. Gerakan harus menjadi lebih besar secara bertahap dan tekanan bukal lebih besar daripada tekanan palatal atau lingual, karena tulang bukal atau labial lebih tipis dan elastis dibandingkan dengan palatum. Jika anatomi akar memungkinkan (akar tunggal, akar berbentuk kerucut), gaya rotasi dapat diterapkan sebagai tambahan. Gerakan ini memperluas tulang alveolar dan juga memutus semua serat periodontal. Sedikit traksi juga diterapkan, namun tidak boleh dilakukan saat fase pencabutan akhir, karena ada risiko kerusakan akibat pencabutan gigi secara tiba-tiba dan tang cabut terantuk gigi di lengkung yang berlawanan. Untuk menghindari kemungkinan tersebut, gerakan ekstraksi akhir harus arah labial atau bukal dan arah melengkung keluar dan ke atas untuk maksila serta keluar dan ke bawah untuk mandibula.

Gambar 26. Cara yang benar untuk memegang tang cabut rahang atas


Gambar 27. Cara yang benar untuk memegang tang cabut rahang bawah


Pencabutan Gigi Incisivus Sentral Maksila

Untuk mencabut incisivus sentral rahang atas, dokter gigi di posisi depan kanan pasien. Jari telunjuk tangan tidak dominan ditempatkan di labial dan ibu jari di palatal, lalu menahan prosesus alveolar di sebelah gigi yang akan dicabut. Paruh dari tang disesuaikan dengan gigi dan paruh harus sejajar dengan sumbu panjang gigi. Gerakan ekstraksi awal lembut, pertama ke labial, kemudian ke palatal. Setelah gerakan awal, gerakan secara bertahap menjadi lebih besar dan gaya cabut akhir diterapkan secara labial. Karena akar gigi insisivus sentral berbentuk kerucut, pencabutannya juga dapat menerapkan gaya rotasi.

Selanjutnya, gigi diputar ke 1 arah dan segera setelah itu ke arah lain, sampai serat periodontal benar-benar terputus. Gigi kemudian dikeluarkan dari soketnya dengan sedikit tarikan.

 

 

Gambar 28. Pencabutan gigi I sentral atas. Tang cabut menjepit gigi dan tangan nondominan menstabilkan tulang alveolar

 

Pencabutan Gigi Incisivus Lateral Rahang Atas

Posisi dokter gigi dan posisi tangan tidak dominan sama persis dengan mencabut gigi I sentral RA. Gerakan pencabutan I lateral adalah labial dan palatal, karena bagian samping I memiliki akar yang tipis dan biasanya melengkung pada ujung akar, sehingga gaya rotasi tidak diperbolehkan. Sedikit gerakan rotasi dapat digunakan hanya pada tahap akhir, dengan gaya tarik perlahan dari soket.

 

Pencabutan Gigi Taring Rahang Atas

Pencabutan gigi taring atas sulit karena:

1) Penjangkaran kuat pada tulang alveolar

2) Akarnya yang panjang dan ujung akar sering melengkung

3) Permukaan labial dari akar gigi dilapisi tulang alveolar yang tipis dan jika tidak hati-hati maka risiko fraktur prosesus alveolar

Gerakan ekstraksi ke labial dan palatal, dengan intensitas yang meningkat secara bertahap. Gerakan rotasi tidak diperbolehkan karena ujung akar biasanya melengkung ke distal. Gerakan ekstraksi terakhir adalah labial.

 

Pencabutan Gigi Premolar Rahang Atas

Pencabutan premolar 1 membutuhkan tekanan bukal dan palatal yang lembut dan ringan karena biasanya memiliki 2 akar. Jika gerakannya kuat dan tiba-tiba, ada risiko patahnya ujung akar. Gerakan rotasional tidak diperbolehkan karena anatomi gigi.

pencabutan gigi premolar 2 lebih mudah, karena hanya memiliki 1 akar. Gerakannya sama seperti premolar 1. Gerakan terakhir untuk premolar 1 dan 2 adalah ke bukal.

 

Gambar 29. Pencabutan gigi premolar 1 kiri rahang atas

 

Gambar 30. Gerakan pencabutan premolar rahang atas


Pencabutan Gigi Molar 1 dan 2 Rahang Atas

Gigi molar 1 rahang atas memiliki 3 akar: palatal, yang merupakan akar terbesar dan paling divergen ke arah palatum dan 2 akar bukal, yang seringkali melengkung ke arah distal. Gigi tertancap kuat di tulang alveolar dan permukaan bukal diperkuat oleh perpanjangan prosesus zigomatik. Oleh karena itu, gigi ini memerlukan penerapan gaya yang kuat selama pencabutan, yang dapat menyebabkan patah mahkota gigi atau ujung akar. Untuk menghindari hal ini, gerakan awal harus lembut, dengan gaya ke bukopalatal dan peningkatan jangkauan gerak, terutama bukal. Gerakan ekstraksi terakhir adalah gerakan melengkung ke atas bukal, mengikuti arah akar palatal. Karena ujung akar dekat dengan sinus maksilaris, pencabutan memerlukan pertimbangan karena risiko terjadi komunikasi oroantral.

Ekstraksi molar 2 rahang atas dilakukan dengan cara yang sama seperti molar 1 rahang atas, karena anatomi yang mirip. Ekstraksi molar 2 dianggap lebih mudah karena resistensi dari prosesus alveolar sisi bukal lebih kecil dan relatif jarang akarnya divergen. Cukup sering juga akar gigi ini menyatu bersama berbentuk kerucut sehingga pencabutan menjadi lebih mudah.

 

Pencabutan Gigi Molar 3 Rahang Atas

Molar 3 atas adalah yang terkecil dari semua molar dan sangat bervariasi dalam ukuran, jumlah akar, dan morfologi akar. Akarnya bisa 3 hingga 8, paling sering memiliki 3 akar seperti akar molar lain, namun lebih kecil dan menyatu berbentuk kerucut, melengkung ke arah distal. Ekstraksi gigi tergantung lokasi, jumlah, dan bentuk akarnya. Jika sudah erupsi sempurna dan akar menyatu (kerucut), biasanya tidak sulit serta dapat dicabut hanya dengan tekanan bukal. Risiko fraktur prosesus alveolar palatal dihindari dengan gaya ke palatal diterapkan sekecil mungkin (tulang palatal lebih tipis dan lebih rendah daripada tulang bukal). Jika gigi memiliki 3/ lebih akar, pencabutan dilakukan dengan gaya ke bukal dan palatal yang sangat lembut. Gerakan ekstraksi terakhir harus selalu bukal.

Ekstraksi mudah dilakukan dengan elevator lurus. Elevator ditempatkan di antara gigi molar 2 dan 3, gigi diluksasi sesuai dengan arah akarnya.


Pencabutan Gigi Anterior Rahang Bawah

Mandibula distabilkan dengan 4 jari di area submandibular dan ibu jari di oklusal. Gigi seri rahang bawah memiliki akar pipih yang sempit, yang tidak tertanam kuat di tulang alveolar. Gigi ini berakar 1 dan melengkung di bagian bawah ujung akar, terutama incisivus lateral. Ekstraksinya mudah, karena morfologi dan tulang labial yang tipis yang mengelilingi akar.

Tekanan ekstraksi diterapkan ke labial dan lingual, intensitas ditingkatkan secara bertahap. Karena akar gigi yang rata, hanya boleh melakukan sedikit rotasi.

Taring rahang bawah biasanya hanya memiliki 1 akar. Biasanya 70% gigi C berakar lurus, sementara 20% melengkung ke distal. Dibandingkan gigi seri, gigi C lebih sulit dicabut, karena akar panjang dan sering melengkung. Gerakan ekstraksi sama seperti gigi I sentral dan lateral. Gerakan pencabutan terakhir untuk semua gigi anterior adalah labial, melengkung keluar dan ke bawah untuk menghindari kerusakan gigi rahang atas oleh tang cabut.

Gambar 31. Pencabutan gigi I sentral rahang bawah

 

Gambar 32. Gerakan pencabutan I sentral rahang bawah

 

Pencabutan Gigi Premolar Rahang Bawah

Untuk pencabutan premolar mandibula kiri, mandibula distabilkan oleh 4 jari pada daerah submandibular dan ibu jari di permukaan gigi seri, sedangkan untuk premolar kanan bawah, hanya posisi ibu jari yang berbeda, yaitu diletakkan pada permukaan oklusal gigi geraham di sisi yang sama.

Meskipun gigi premolar mandibula umumnya dikelilingi tulang yang padat dan keras, pencabutannya cukup mudah karena akarnya lurus dan mengerucut, meskipun kadang ujung akar tipis atau besar. Gaya yang diterapkan adalah bukolingual. Gaya rotasi lembut juga dapat diterapkan saat pencabutan premolar 2 bawah. Gerakan terakhir adalah keluar dan ke bawah.

Gambar 33. Pencabutan gigi premolar rahang bawah


Gambar 34. Gerakan pencabutan gigi premolar rahang bawah


Pencabutan Gigi Molar Rahang Bawah

Mandibula distabilkan oleh 4 jari di area submandibula, sedangkan ibu jari diletakkan di permukaan gigi I untuk pencabutan gigi molar bawah sisi kiri dan ibu jari pada permukaan oklusal gigi premolar untuk pencabutan molar bawah sisi kanan. Molar 1 rahang bawah biasanya memiliki  2 akar, mesial dan distal. Akar mesial lebih besar dan rata daripada akar distal, dan biasanya melengkung ke distal. Akar distal lebih lurus dan sempit dari akar mesial, dan lebih membulat.

Molar 2 mandibula morfologinya mirip dengan M1. Meskipun gigi ini dikelilingi tulang yang padat, gigi ini lebih mudah dicabut daripada M1, karena akarnya lebih kecil, tidak terlalu divergen, dan sering menyatu.

Teknik ekstraksinya sama untuk kedua gigi molar. Tang disesuaikan dengan gigi seapikal mungkin, di bawah garis servikal gigi, dengan paruh sejajar sumbu panjang gigi. Awali dengan gerakan lembut dengan tekanan bukal dan lingual. Setelah gigi sedikit goyang, gaya ditingkatkan bertahap dan diakhiri gerakan ekstraksi bukal.

 

Pencabutan Gigi Molar 3 Rahang Bawah

Mandibula distabilkan dengan cara sama seperti M1 dan 2, atau ibu jari dapat ditempatkan lebih ke posterior. M3 rahang bawah biasanya memiliki 2 akar, morfologinya mirip dengan molar lainnya. Akarnya lebih kecil dan biasanya menyatu berbentuk kerucut, kadang melengkung ke arah distal.

Tekanan yang diterapkan adalah bukolingual, rentang geraknya tergantung morfologi tulang alveolar bukal dan lingual. Tulang alveolar lingual sangat tipis dibandingkan bukal, yang keras di M3, sehingga gaya memobilisasi gigi harus diterapkan ke arah lingual. Tekanan harus dilakukan hati-hati untuk menghindari fraktur, baik pada gigi maupun tulang lingual. Jika M3 berakar 1 dan melengkung ke arah yang sama, maka pencabutan dapat dilakukan hanya dengan elevator lurus. Elevator diposisikan di permukaan mesial gigi dan gaya dihantarkan menurut arah kelengkungan akar.

 

Pencabutan Gigi Decidui

Tang yang digunakan berukuran kecil dan memiliki paruh sempit, sehingga dapat disesuaikan dengan servikal gigi yang akan dicabut. Teknik pencabutannya mirip dengan yang digunakan untuk gigi permanen. Dokter gigi harus memperhatikan saat mencabut gigi molar sulung karena risiko pencabutan pucuk gigi permanen di bawahnya secara bersamaan. Hal ini dikarenakan mahkota molar sulung pendek, paruh tang mungkin tidak sengaja memegang mahkota benih gigi permanen di bawahnya dan tercabut keduanya. Inilah mengapa paruh tang harus diposisikan di atas mesial/ distal gigi dan bukan bagian tengah (percabangan akar).

Gambar 35. Gigi molar desidui berdekatan dengan gigi permanen

 

Gambar 36. Pencabutan gigi molar desidui dengan tang. Tang diposisikan lebih ke mesial atau distal pada mahkota gigi dan bukan di tengah-tengah

 

Teknik Pencabutan Menggunakan Tang Akar

Tang ini digunakan dengan cara yang sama dengan tang gigi lainnya. Untuk menggunakan instrumen ini, akarnya harus menonjol keluar dari gingiva sehingga dapat dicengkeram dengan kuat. Jika akar berada di tingkat yang sama, atau sedikit di bawah margin alveolar, sebagian kecil akar harus terbuka sebelum tang akar dapat memegangnya. Hal ini dilakukan setelah refleksi sebagian kecil gingiva dan membuang sebagian tulang alveolar bukal dan palatal.

Gambar 37. Tang cabut akar gigi dengan berbagai bentuk paruh

 

Teknik Pencabutan dengan Elevator

Pencabutan Akar dan Ujung Akar

Elevator yang paling umum digunakan adalah elevator lurus. Selain akar, jenis elevator lurus dapat juga digunakan untuk mencabut gigi yang masih utuh, terutama gigi molar ketiga rahang atas dan bawah.

Instrumen elevator lurus sangat diperlukan dalam praktik kedokteran gigi sehari-hari, asal digunakan dengan benar agar tidak menimbulkan komplikasi. Untuk menghindarinya, aturan dasar berikut harus diikuti:

1) Elevator lurus harus dipegang dengan tangan dominan. Jari telunjuk diletakkan di sepanjang bilah (shank) dan ujungnya terbuka, untuk meluksasi gigi atau akar

2) Instrumen ini harus selalu digunakan di bukal dan jangan pernah digunakan di sisi lingual atau palatal

3) Permukaan cekung dari blade harus berkontak dengan permukaan mesial atau distal gigi yang akan dicabut dan bertumpu di antara gigi dan tulang alveolar

4) Saat instrumen ditempatkan di antara gigi posterior rahang atas, instrumen harus tegak lurus sumbu panjang gigi

5) Selama luksasi, gulungan kapas atau kain kasa harus ditempatkan di antara jari dan sisi palatal atau lingual, untuk menghindari cedera pada jari atau lidah jika elevator tergelincir

6) Selama luksasi, gigi yang berdekatan tidak boleh digunakan sebagai titik tumpu, tapi hanya tulang alveolar. Jika tidak, terdapat risiko kerusakan pada serat ligamen periodontal

7) Elevator lurus tidak boleh digunakan untuk mencabut gigi berakar ganda, karena ada risiko patahnya akar jika belum dipotong sebelumnya. Selama luksasi, jari-jari tangan nondominan di posisi seharusnya

Selama meluksasi gigi, jari-jari tangan nondominan harus dalam posisi berikut:

1) Rahang atas: dari premolar kanan hingga molar 3 kanan (14-18), jari telunjuk diletakkan di palatal dan ibu jari diletakkan di bukal (gambar 38). Dari gigi taring kanan hingga molar 3 kiri (13-28), jari telunjuk diletakkan di labial atau bukal dan ibu jari diletakkan di palatal (gambar 39)

2) Rahang bawah: dari premolar 1 kanan sampai molar 3 kanan (44-48), tangan nondominan memeluk kepala pasien dan jari telunjuk ditempatkan di bukal, sedangkan ibu jari di lingual (gambar 40). Dari caninus kanan sampai molar 3 kiri (43-38), jari telunjuk ditempatkan di lingual dan ibu jari di labial atau bukal (gambar 41)

Gambar 38. Pencabutan gigi posterior rahang atas kanan dengan elevator lurus. Cara yang benar dalam memegang instrumen dan posisi jari tangan nondominan pada tulang alveolar

 

Gambar 39. Pencabutan gigi posterior atas kiri dengan elevator lurus

 

Gambar 40. Pencabutan gigi posterior kanan bawah dengan elevator lurus

 

Gambar 41. Pencabutan gigi posterior kiri bawah dengan elevator lurus

 

Pencabutan Gigi Berakar Tunggal dengan Mahkota Hancur

Dilakukan dengan elevator lurus. Blade dari elevator diselipkan antara akar dan tulang alveolar (tegak lurus atau miring), dengan permukaan cekung kontak dengan permukaan mesial atau distal akar. Fulkrum di tulang alveolar, lalu lakukan gaya rotasi di sekitar sumbu elevator, di mesial dan distal, menghasilkan perpindahan akar dan elevasi dari soket.

Jika akar patah di bawah tepi alveolar dan pencabutan sulit dilakukan, dapat menggunakan instrumen khusus untuk pencabutan akar. Setelah sedikit meluksasi akar dengan elevator, bur digunakan untuk memperlebar saluran akar dan instrumen khusus disekrupkan ke akar. Akar kemudian dicabut dari soketnya dengan permukaan oklusal gigi tetangga sebagai titik tumpu.

Gambar 42. a) Akar dari I sentral atas. b) Penggunaan elevator dapat digunakan untuk pencabutan akar gigi

 

Gambar 43. Tempatkan elevator lurus di distal akar

 

Gambar 44. Luksasi akar I sentral atas dengan elevator lurus

 

Gambar 45. Pencabutan akar gigi premolar bawah dengan instrumen khusus (file endodontik)


Pencabutan Gigi Berakar Banyak dengan Mahkota Hancur

Pencabutan akar ini seringkali tidak bisa dilakukan dengan tang cabut atau tang ujung akar. Dalam kasus ini, pencabutan dilakukan setelah memisahkan akar.

Jika akar di atas tulang alveolar, akar dipotong dan dipisahkan setelah membuat alur bukolingual tegak lurus dengan bur fisur, yang mencapai tulang intraradikular. Akar kemudian dicabut terpisah satu per satu dengan tang ujung akar atau elevator. Pemisahan juga dapat dilakukan dengan elevator lurus, dengan menempatkan bilah di percabangan akar dan permukaan cekung bersentuhan dengan akar distal. Akar dipisahkan dengan gerakan rotasi dan akar distal biasanya relatif mudah diambil. Akar mesial kemudian diambil dengan cryer atau elevator Seldin. Elevator ditempatkan dengan bilahnya diposisikan menghadap akar. Tulang intraradikular dihilangkan terlebih dahulu, lalu terapkan gaya rotasi ke atas dengan hati-hati.

Gambar 46. a,b. Separasi akar gigi M1 rahang bawah dengan bur fisur

 

Gambar 47. Posisi elevator dan jari-jari tangan kiri pada pemisahan akar molar

 

Gambar 48. Pemisahan akar dengan rotasi elevator pada bifurkasi

 

Gambar 49. Pencabutan akar distal dengan elevator lurus

 

Gambar 50. Pemakaian elevator untuk menghilangkan tulang intraradikular

 

Gambar 51. Luksasi akar dengan gerakan rotasi

 

 

Pencabutan Ujung Akar Gigi

Instrumen yang cocok adalah elevator bersudut ganda, karena ujungnya tajam, mudah ditempatkan di antara ujung akar dan tulang alveolar. Dalam kasus ini, instrumen dengan bilah sangat sempit dengan berbagai bentuk (lurus, bengkok, dll.) sangat berguna. Alat ini dapat mencabut ujung akar kecil yang tersisa di bawah soket, karena dapat ditempatkan di area tersebut.

Ketika ujung akar sangat kecil dan dalam di soket, elevator bersudut sempit ditempatkan di antara tulang alveolar dan ujung akar, dan instrumen didorong ke depan ke arah apikal perlahan. Jika ujung akar tidak dapat digerakkan sama sekali, luksasi dilanjutkan pada mesial dan distal soket sampai ujung akar sepenuhnya goyang, sehingga pencabutannya mudah.

Jika sisa akar adalah akar palatal, meskipun prosedur pencabutan sama, dokter gigi harus berhati-hati karena berisiko pergeseran ujung akar ke dalam sinus maksilaris. Ujung akar juga dapat dicabut dengan bantuan file endodontik.

Gambar 52. Ilustrasi menggambarkan luksasi ujung akar gigi premolar 2 bawah dengan elevator sudut ganda

 

Gambar 53. Teknik pencabutan ujung akar mesial gigi molar bawah

 

Gambar 54. Pencabutan ujung akar distal molar atas


Gambar 55. Pencabutan ujung akar dengan file endodontik. Akar ditarik ke atas dengan tangan atau needle holder


Perawatan Soket Gigi Paska Pencabutan

Setelah pencabutan, bagian bawah soket dikuret dengan kuret periapikal, untuk menghilangkan lesi periapikal. Kuretase harus dilakukan hati-hati, karena jika masih ada sisa jaringan granulasi yang tertinggal dalam soket, ada kemungkinan berkembang menjadi kista, karena sebagian besar mengandung sel epitel. Terkadang lesi melekat erat ke ujung akar gigi dan ikut tercabut bersama dengan gigi. Jika lesi besar dan seluruh lesi tidak bisa diangkat lewat soket saja, maka perlu pembedahan. Setelah itu tepi tulang dan margin alveolar yang tajam dihaluskan dengan bone file, kemudian plat lingual dan bukal dikompresi dengan tekanan jari. Ini dilakukan untuk mengembalikan perluasan soket dan juga kontrol awal perdarahan. Selain itu bisa juga dengan bantuan kasa yang ditekan di atas soket selama 30-45 menit untuk mengontrol perdarahan.

Gambar 56. Kuretase soket setelah pencabutan gigi untuk menghilangkan lesi periapikal


Gambar 57. Akar disertai lesi periapikal


Instruksi Paska Operasi

Setelah prosedur bedah, instruksi lisan dan tertulis diberikan pada pasien tentang apa yang harus dilakukan. Isinya mencakup:

1) Istirahat: setelah pencabutan, pasien dapat istirahat di rumah dan tidak bekerja selama 1 atau 2 hari, tergantung luasnya luka operasi dan kondisi fisik pasien

2) Analgesik: minum obat penghilang rasa sakit selama rasa sakit masih terasa

3) Edema: dikompres dingin di luar mulut (kompres es dibungkus dengan handuk) di atas area bedah. Dilakukan selama 10-15 menit setiap kali

4) Pendarahan: pasien menggigit kain kasa yang ditempatkan di atas luka selama 30-45 menit. Jika masih berlanjut, kain kasa lain digigitkan lagi di atas luka selama 1 jam lagi

5) Antibiotik: diresepkan hanya jika pasien memiliki kondisi medis tertentu atau peradangan. Ikuti juga aturan pakai antibiotik agar tidak terjadi resistensi obat

6) Diet: pada hari prosedur harus terdiri dari makanan dingin dan cair (puding, yoghurt, susu, sup dingin, jus jeruk, dll.)

7) Kebersihan mulut: kumur tidak diperbolehkan selama 24 jam pertama. Gigi disikat dengan sikat gigi dan floss, tetapi harus menghindari area operasi

8) Pengambilan jahitan: jika ada jahitan pada luka, pasien harus melepasnya seminggu kemudian

9)  Pasien dilarang meludah/ kumur terlalu keras dan dilarang merokok

10) Hindari makanan panas dan alkohol setidaknya 24 jam pertama


Komplikasi Pencabutan Gigi


Komplikasi yang Terjadi Selama Prosedur Bedah Berlangsung


Cedera Jaringan Lunak

Jenis dan penyebabnya mencakup:

1) Abrasi: disebabkan penggunaan instrumen yang tidak hati-hati

Gambar 58. Cedera jaringan lunak - abrasi pada sudut mulut karena retraksi

 

2) Cedera termal: disebabkan karena instrumen yang dikeluarkan dari autoklaf langsung digunakan untuk pencabutan

Gambar 59. Cedera termal karena terkena instrumen panas

 

3) Mukosa robek: disebabkan karena penggunaan alat yang tidak hati-hati atau kekuatan yang berlebihan

Gambar 60. Edema dan cedera mukosa

 

Langkah-langkah pencegahan:

1) Berhati-hati dalam pemakaian instrumen

2) Dinginkan instrumen terlebih dahulu sebelum digunakan

3) Hati-hati saat meretraksi bibir dan pipi untuk menghindari trauma dari instrumen

Manajemen luka:

1) Jika luka atau abrasi luas, diperlukan penjahitan luka agar menutup

2) Jaringan parut karena cedera termal dapat dioleskan petroleum jeli atau analgesik/ antiseptik topikal

 

Pencabutan Gigi yang Salah

Manajemen:

1) Informasikan pasien

2) Kembalikan gigi ke dalam soket secepatnya dan splinting

3) Jika tidak dapat dikembalikan ke soket, simpan gigi dalam media seperti saliva, susu, atau air

4) Diikuti perawatan dan kontrol seperti pada kasus avulsi dan reimplantasi

 

Fraktur Gigi Saat Pencabutan

Penyebab:

1) Penggunaan tang cabut yang salah

2) Penggunaan kekuatan yang salah

3) Gigi dengan karies yang luas

4) Gigi yang sudah dirawat endodontik

5) Akar gigi yang melengkung atau hipersementosis

6) Akar ankilosis

Pencegahan:

1) Pemeriksaan radiografi untuk melihat bentuk dan derajat keparahan karies dan kondisi tulang sekelilingnya

2) Teknik pencabutan gigi dengan tang yang benar

Manajemen:

1) Jika fraktur mahkota gigi, mahkota direstorasi kembali

2) Jika fraktur sampai ke akar gigi maka gigi dicabut seluruhnya hingga fragmen akar gigi terambil

3) Pada kasus di mana fragmen kecil dari akar gigi tersisa dan dekat (<5 mm) dengan sinus atau nervus alveolar inferior, tinggalkan akar tersebut jika tidak terinfeksi

 

Fraktur Akar Gigi

Penyebab:

1) Teknik cabut yang tidak tepat

2) Aplikasi instrumen dan kekuatan yang salah

3) Gigi ankilosis atau hipersementosis

4) Condensing osteitis

5) Akar gigi yang terlalu melengkung

6) Gigi yang sudah dirawat endodontik

7) Gigi dengan karies luas

8) Pasien yang tidak kooperatif




Daftar Pustaka:


Fragiskos, D., 2010, Oral Surgery, Springer, New York


Malik, N.A., 2021, Textbook of Oral and Maxillofacial Surgery, 5th Ed., Jaypee Brothers, India


Balaji, S.M., dan Balaji, P.P., 2018, Textbook of Oral & Maxillofacial Surgery, 3rd Ed., Elsevier, India














































Komentar

Postingan populer dari blog ini

Anomali Gigi : Taurodonsia / Taurodontism

Anomali Gigi : Fusi

Anomali Gigi : Concrescence