Asepsis dan Sterilisasi

 Pendahuluan

Konsep asepsis sudah diperkenalkan hampir 2 abad lalu. Prinsip asepsis dikenalkan oleh dokter kandungan Hungaria, Ignaz Semmelweis, di Eropa pada awal tahun 1850; dan Oliver Holmes di AS. Prinsip ini diterima setelah studi Joseph Lister tentang pencegahan luka infeksi (1865-1891). Lister yang dikenal sebagai “bapak bedah antiseptik” pada tahun 1867, menerapkan antisepsis awalnya memakai fenol untuk luka yang terkontaminasi, kemudian dioleskan di semua luka operasi, juga disemprotkan di ruang operasi. Perkembangan selanjutnya diperkenalkan sterilisasi uap, masker bedah, sarung tangan steril, gaun steril, tirai steril, dll.

Sebagian besar infeksi paska operasi disebabkan: teknik bedah yang salah, asepsis, dan desinfeksi yang tidak memadai. Keberhasilan pencegahan dan pengendalian infeksi di pelayanan kesehatan sangat bergantung pada teknik aseptik semua personel, yang melakukan prosedur invasif, sterilitas semua barang yang terkait prosedur tersebut, dan desinfeksi semua permukaan dan benda dalam lingkungan terdekat.

 

Definisi Terminologi

1. Pembersihan (cleaning): proses yang menghilangkan kontaminasi yang terlihat, tapi tidak menghancurkan semua mikroorganisme. Proses ini adalah prasyarat yang diperlukan untuk desinfeksi atau sterilisasi yang efektif

2. Sanitasi (sanitizing): proses untuk mengurangi populasi mikroba pada objek apapun ke tingkat yang aman

3. Dekontaminasi: proses menghilangkan mikroorganisme patogen dari suatu benda untuk membuatnya aman ditangani

4. Asepsis: istilah menghindari organisme patogen dan menggambarkan metode, mencegah kontaminasi luka dan tempat lain, dengan memastikan hanya benda dan cairan steril yang bersentuhan, serta meminimalkan risiko kontaminasi melalui udara

5. Teknik aseptik: bertujuan menghindari semua mikroorganisme. Teknik bedah disebut aseptik bila instrumen steril, pakaian steril, dan memakai teknik tanpa sentuhan (“no touch technique”)

6. Antisepsis: prosedur atau aplikasi dari larutan antiseptik atau zat yang menghambat pertumbuhan mikroorganisme, tapi tidak berarti steril. Contohnya scrubbing dan persiapan tempat operasi

7. Antiseptik: bahan kimia yang digunakan pada jaringan hidup, seperti kulit atau mukosa, untuk mengurangi jumlah mikroorganisme dengan menghambat aktivitas atau penghancuran

8. Desinfeksi: proses mengurangi jumlah mikroorganisme patogen ke tingkat yang dapat diterima, namun tidak menonaktifkan beberapa virus dan endospora bakteri

9. Disinfektan: zat kimia yang digunakan untuk disinfeksi, digunakan pada permukaan benda untuk membunuh organisme patogen, namun belum tentu pada spora atau virus

10. Sterilisasi: proses memusnahkan semua bentuk mikroba tanpa terkecuali dari alat, benda, atau media

 

Klasifikasi Instrumen

Berdasarkan risiko menularkan infeksi dan kebutuhan untuk sterilisasi instrumen atau alat klinis lainnya, instrumen diklasifikasikan menjadi:

1. Critical: instrumen yang menembus membran mukosa atau tulang, aliran darah atau jaringan internal lain yang biasanya steril. Alat yang termasuk kelas ini adalah instrumen bedah, pisau bedah, bur tulang, jarum, skaler periodontal, dll. Jika diperlukan, maka alat steril sekali pakai harus tersedia kapan saja dibutuhkan

2. Semicritical:  instrumen yang berkontak dengan membran mukosa tapi tidak menembus jaringan lunak, misalnya kaca mulut, handpiece gigi, dll. Alat di kelas ini disterilkan dengan panas, atau disinfektan tingkat tinggi

3. Noncritical: instrumen yang berkontak dengan kulit, misalnya kepala sinar X, oksimeter jari, manset tekanan darah, dll. Alat kelas ini didisinfeksi dengan disinfektan tingkat rendah atau menengah

 

Pembersihan dan Disinfeksi Sebelum Sterilisasi

Meliputi 5 tahap berikut:

1. Transfer atau perpindahan alat

2. Pembersihan dan disinfeksi

3. Persiapan dan pembungkusan

4. Sterilisasi

5. Penyimpanan

Masing-masing tahap harus dilakukan dengan benar untuk memastikan keselamatan pasien

 

Transfer atau Perpindahan Alat

Barang sekali pakai harus dibuang ke tempat sesuai wadah, alat suntik dibuang ke sampah medis, dan jarum dibuang ke wadah benda tajam yang terpisah.

Instrumen habis pakai lainnya harus diangkat dalam baki terpisah dari operator ke area sterilisasi. Instrumen yang terkontaminasi harus ditangani hati-hati untuk menhindari kontak dengan kulit atau mukosa mata, hidung, atau mulut karena mengandung banyak mikroorganisme.

 

Area Sterilisasi Instrumen

DIsarankan dilakukan di ruangan terpisah. Ruangan ini harus memiliki bagian sebagai berikut:

1. Penerimaan, pembersihan, dan dekontaminasi

2. Persiapan dan pembungkusan

3. Sterilisasi

4. Penyimpanan

Petugas sterilisasi harus mengenakan sarung tangan yang tahan terhadap tusukan, masker, kacamata pelindung, dan jubah atau celemek saat mencuci instrumen dan alat yang terkontaminasi. Instrumen yang dapat digunakan kembali harus diterima, disortir, dibersihkan, dan didekontaminasi di salah 1 bagian.

Pembersihan awal menghilangkan kontaminasi organik dan anorganik - darah, air liur, dll. Semua instrumen bedah harus dibersihkan dari kotoran karena jika masih ada debris yang tertinggal akan mencegah kontak media sterilisasi dengan instrumen, seperti panas, bahan kimia, atau gas. Pembersihan awal dilakukan dengan sabun atau detergen enzimatik.


Agen Pembersih

Sabun dan Detergen

Umumnya digunakan untuk menghilangkan debris dari instrumen. Sabun adalah garam dari asam lemak dan detergen adalah senyawa sintetis. Agen ini bertindak dengan mereduksi tegangan permukaan pada permukaan instrumen kemudian terjadi emulsifikasi kontaminan dan dihilangkan dengan pembilasan.



Gambar 1. Pembersihan alat dan instrumen

 

Beberapa detergen memiliki aktivitas bakterisida terhadap beberapa organisme gram positif, misalnya sodium lauril sulfat efektif untuk bakteri Streptococcus pneumoniae. Namun, detergen tidak bisa diklasifikasikan sebagai disinfektan karena spektrum antibakterinya yang terlalu sempit.

 

Cairan Pelarut Lemak Lainnya

Seperti aseton, eter, dan xilena juga kadang digunakan untuk pembersihan. Cairan ini mahal dan kurang efektif dalam pembersihan secara keseluruhan dibandingkan sabun dan detergen. Beberapa larutan disinfektan seperti aldehida dan fenol, juga digunakan untuk pembersihan. Cairan ini harus dibilas bersih sebelum instrumen digunakan karena beracun bagi jaringan hidup.

Singkatnya:

1. Steril bukan berarti aman dan bersih

2. Instrumen dengan mikrobiologis berat akan lebih sulit disterilkan daripada instrumen yang terkontaminasi ringan

3. Instrumen yang tidak dibersihkan dengan benar jika disterilkan mungkin bebas dari mikroorganisme hidup, tetapi alat tersebut akan diolesi endotoksin dari jasad bakteri, yang dapat memicu reaksi radang yang sangat kuat dalam tubuh

4. Rendam instrumen setelah digunakan dalam air atau larutan enzim untuk mencegah pengeringan air liur dan darah

5. Pembersihan dengan air tenang atau yang tergenang meningkatkan jumlah mikroba, maka harus dengan air mengalir

6. Mesin cuci desinfeksi otomatis menawarkan opsi paling aman dan handal atau dengan memakai mesin pembersih ultrasonik (ultrasonic cleaning bath)


Gambar 2. (A). Mesin cuci desinfeksi otomatis; (B). ultrasonic cleaners


Mekanisme aksi desinfektan dan antiseptik:

1. Koagulasi protein bakteri

2. Merubah sifat dinding sel bakteri

3. Mengikat gugus sulfhidril penting untuk kerja enzim

4. Persaingan dengan substrat esensial untuk enzim penting dalam sel bakteri

 

Konsentrasi Obat dan Indeks Terapeutik

Umumnya, efek antiseptik bertambah seiring naiknya konsentrasi. Namun tidak demikian dengan alkohol, yang menunjukkan efek antiseptik paling tinggi pada konsentrasi 70%. Potensi konsentrasi tertentu berkaitan dengan toksisitas jaringan (indeks terapeutik).

 

Suhu dan Durasi Kontak

Kontak yang lama dapat meningkatkan aktivitas antiseptik. Kenaikan suhu 10o C umumnya meningkatkan 2x lipat aktivitas antibakteri bahan kimia, sedangkan peningkatan panas lembab meningkatkan 100x lipat.

 

Pembungkusan Instrumen untuk Autoclave

Pembungkusan instrumen sebelum sterilisasi mencegah alat untuk terkontaminasi hingga alat dibuka dan digunakan. Wadah tertutup (kotak logam tertutup, vial kaca berpenutup) dan aluminium foil tidak dapat digunakan karena mencegah uap masuk ke dalam kemasan.






Gambar 3. (A-C). Pengepakan alat dalam kantong transparan; (D). Pembungkusan alat dalam kantong sterilisasi; (E). Asisten mengantarkan instrumen steril; (F). Instrumen dibungkus kaset logam; (G). Instrumen dibungkus kotak logam dan ditutup dengan kantong


Bahan yang dipakai untuk pengemasan dapat berupa kain/ kantong biofilm, bungkus sterilisasi, dan tabung nilon. Bungkus disegel dengan selotip. Pin, staples, dan klip kertas tidak disarankan karena dapat membuat lubang pada pembungkus dan mikroorganisme dapat melewatinya.

 

Umur Simpan Barang yang Disterilkan

Tergantung pada kualitas bahan kemasan yang digunakan dan kebersihan tempat penyimpanan. Alat yang diautoklaf dapat digunakan selama 1 minggu dan alat yang dikemas dengan kemasan etilen oksida (ETO) dapat digunakan selama 6 bulan jika disimpan dengan aman.


Gambar 4. Kemasan etilen oksida

 

Metode Sterilisasi

Prinsip umumnya adalah semua benda yang digunakan untuk menembus jaringan lunak atau tulang, berkontak dengan darah atau jaringan lain harus disterilkan dan steril pada saat digunakan. Persyaratan sterilitas untuk produk medis berarti kemungkinan adanya organisme hidup pada alat setelah disterilkan 1 dalam sejuta, yang disebut tingkat jaminan sterilitas (sterility assurance level/ SAL) = 10o.

Ada beberapa cara untuk sterilisasi, yaitu:

1. Panas kering atau lembab (heat-dry atau moist)

2. Bahan kimia

3. Radiasi pengion

4. Gas

Metode yang paling banyak dipakai:

1. Uap atau panas lembab pada tekanan atmosfir yang meningkat dalam autoklaf

2. Panas kering atau udara panas pada tekanan atmosfir normal dalam oven kering

3. Etilen oksida

4. Uap suhu rendah dan formaldehid (LTSF)

5. Penyinaran (irradiation)

 

Prinsip Sterilisasi

1. Semua instrumen bekas pakai harus dibersihkan menyeluruh; semua endapan darah dan kotoran harus dihilangkan sebelum sterilisasi

2. Bahan pensteril (panas, uap, atau gas) harus bersentuhan dengan setiap permukaan tiap barang selama jangka waktu tertentu di suhu yang ditentukan

3. Semua peralatan sterilisasi harus diservis teratur oleh teknisi yang memenuhi syarat. Uji harus dilakukan untuk memeriksa suhu, kelembapan, tekanan, dan kandungan gas, serta membuktikan dapat mengeleminasi bakteri dan spora

4. Petunjuk pabrik harus benar-benar diikuti untuk pengoperasian dan pemeliharaannya

 

Sterilisasi Panas (Heat)

Panas merupakan metode sederhana yang paling banyak dan efektif digunakan. Panas bisa dihantarkan lewat udara, air, atau minyak. Bentuk sterilisasi panas ada 2 bentuk, yaitu:

1. Panas lembab (moist heat)

2. Panas kering (dry heat)

 

Sterilisasi Uap Panas Lembab dengan Autoklaf

Sterilisasi uap melibatkan pemanasan air untuk menghasilkan uap dalam ruang tertutup dan panas lembab yang dengan cepat membunuh mikroorganisme. Penggunaan uap di bawah tekanan adalah metode sterilisasi yang paling praktis, tercepat, teraman, efektif, dan ekonomis untuk menghancurkan semua bentuk mikroba, karena:

1. Kemampuan penetrasi yang tinggi

2. Melepas sejumlah besar panas (panas laten) ke permukaan dan mengembun sebagai air


Gambar 5. (A). Autoklaf horizontal untuk institusi besar; (B). Autoklaf dengan pintu terbuka. Di dalamnya bisa diisi nampan beserta alat yang akan disterilkan; (C). Autoklaf tampak depan; (D). Autoklaf kecil untuk klinik


Keuntungan metode ini:

1. Hasilnya konsisten bagus

2. Instrumen dapat dibungkus sebelum disterilkan

3. Efisien waktu

4. Penetrasi baik

Kerugian metode ini:

1. Penumpulan dan korosi instrumen tajam

2. Kerusakan barang-barang dari karet

Jenis autoklaf yang tersedia:

1. Downward (gravitation) displacement sterilizer: adalah autoklaf tipe nonvakum

2. Steam sterilizers (autoclave) with pre and post vacuum processes

Proses sterilisasi autoklaf terbagi menjadi 3 fase, yaitu:

1. Fase pemanasan (pretreatment): semua udara dikeluarkan oleh corong vakum (setidaknya ada 3) dan masuknya uap sehingga uap memenuhi ruang

2. Fase sterilisasi: suhu meningkat secukupnya sampai sterilisasi terjadi. Periode sterilisasi yang sebenarnya (atau disebut “holding time”), dimulai saat suhu di semua bagian ruang autoklaf dan isinya telah mencapai suhu sterilisasi. Suhu ini harus tetap konstan selama fase sterilisasi (plateau/ holding time)

3. Fase depresurisasi dan pengeringan (post treatment phase): uap atau air kondensasi yang diuapkan kembali dihilangkan dengan vakum untuk memastikan barang kering dengan cepat

Ada 3 faktor utama yang diperlukan agar proses sterilisasi autoklaf efektif:

1. Tekanan: dinyatakan dalam satuan “psi” (pounds per square inch) atau kpa (kilopascals, 1 kpa = 0,145 psi)

2. Suhu: untuk mencapai tekanan yang diperlukan, suhu harus mencapai 121o C (250o F). Karena suhu dan tekanan meningkat, maka terbentuk uap super panas. Uap inilah yang menyebabkan sterilisasi. Uap ini, yang lebih ringan dari udara, naik ke bagian atas autoklaf dan menghilangkan udara dari autoklaf. Tujuan menghilangkan udara adalah untuk membantu uap super panas menembus seluruh barang dalam autoklaf dan tetap berkontak sampai jangka waktu yang sesuai

3. Waktu: instrumen terbungkus memerlukan waktu minimal 20-30 menit setelah mencapai holding time. Berbagai macam barang dapat disterilkan dengan metode ini, bahkan cairan, namun tidak boleh aktif saat suhu tinggi

Semakin tinggi suhu dan tekanan, waktu sterilisasi akan makin singkat. Pada tekanan 15 psi dan suhu 121o C, waktu yang dibutuhkan adalah 15 menit. Pada suhu 126o C, butuh 10 menit, dan pada suhu 134o C butuh 3 menit.

 

Pemantauan Sterilisasi

Parameter mekanik, kimia, dan biologi digunakan untuk mengevaluasi kondisi sterilisasi dan efektivitas prosedur. Sesuai pedoman AS, setiap paket yang menjalani sterilisasi harus dipantau dengan indikator kimia (titik, label, strip, atau pita) yang ditempatkan di lokasi paling sulit untuk disterilkan. Indikator biologis merupakan preparat spora yang terstandar, dilakukan minimal seminggu sekali serta setelah dilakukan servis besar secara rutin.

Teknik mekanis memantau waktu, suhu, dan tekanan dengan mengamati alat pengukur pada alat sterilisasi, serta mencatat parameter.

1. Uji spora: indikator biologi, untuk memverifikasi fungsi autoklaf dengan strip atau vial Geobacillus stearothermophilus


Gambar 6. Indikator biologi. Jika tes positif, maka sterilisator tidak boleh digunakan hingga diperbaiki


2. Tes Brown’s: ampul yang mengandung indikator kimia, berubah warna dari merah ke kuning ke hijau pada suhu tertentu


Gambar 7. (B dan C) Strip tes fungsi autoklaf


3. Pita autoklaf: pita yang dicetak dengan tinta sensitif yang berubah warna pada suhu tertentu

 

Perebusan

Panas lembab menembus bahan jauh lebih cepat daripada panas kering karena molekul air menghantarkan panas lebih baik daripada udara.

Perebusan tidak bisa menjadi metode sterilisasi karena tidak bisa memastikan penghancuran spora bakteri dan inaktivasi virus. Jika harus memakai metode ini, instrumen harus dibersihkan menyeluruh untuk menghilangkan darah. Periode sterilisasi minimal harus 30 menit, kecuali pada dataran tinggi, waktu harus ditingkatkan karena titik didih air yang lebih rendah. Bakteri vegetatif mati pada suhu 90-100o C, namun spora butuh waktu perebusan yang agak lama. Alat dapat tumpul karena metode ini.

 

Pasteurisasi

Metode ini tidak sama dengan sterilisasi. Tujuannya untuk mengurangi populasi bakteri dari cairan seperti susu dan bakteri patogen lainnya. Spora bakteri tidak hilang pada metode ini. Salah 1 metode pasteurisasi susu disebut metode holding, di mana suhu dipanaskan hingga 62,9o C selama 30 menit. Meskipun bakteri termofilik tumbuh pada suhu ini, risikonya kecil karena tidak dapat tumbuh pada suhu tubuh. Selama ini pasterurisasi ditujukan untuk menghancurkan Mycobacterium tuberculosis dan Coxiella burnetii (penyebab demam Q).

Dua metode lainnya adalah metode flash (suhu 71,6o C selama 15 detik) dan metode ultra-pasteurisasi (suhu 82o C selama 3 detik diikuti pendinginan cepat hingga 13o C atau lebih rendah). Proses ini menghancurkan semua patogen non-spora, seperti mikobakteri, brucellae, dan salmonella.


Gambar 8. Proses pasteurisasi susu

 

Sterilisasi Panas Kering

Efek sterilisasi panas kering disebabkan denaturasi dan koagulasi protein, kerusakan oksidatif, dan efek toksik peningkatan kadar elektrolit. Instrumen ujung tajam sebaiknya disterilkan dengan panas kering pada suhu 160o C selama 1 jam.

 

Pembakaran

Metode ini sering digunakan untuk alat-alat laboratorium, seperti loop bakteri dan tabung biakan. Biasanya loop bakteri dan mulut tabung biakan dibakar beberapa detik untuk menghancurkan organisme. Metode ini juga bisa dipakai untuk pisau bedah dan jarum dengan melewatkan beberapa kali pada api bunsen tanpa menjadi panas membara.



Gambar 9. (A,B). Sterilisasi dengan panas kering: pembakaran


Insinerasi

Metode yang sangat baik untuk menghancurkan bahan dengan cepat seperti pembalut, alas tidur, baju rumah sakit disposable,  limbah jarum, dan bahan patologis. Metode ini adalah proses oksidasi suhu tinggi yang mengurangi limbah organik yang mudah terbakar menjadi anorganik, bahan yang tidak mudah terbakar agar mengurangi volume dan berat limbah yang signifikan. Proses ini dipilih untuk limbah yang tidak bisa didaur ulang, dipakai kembali, atau dibuang ke TPA. Pembakaran menghasilkan emisi gas, uap, karbon dioksida, nitrogen oksida, zat beracun tertentu (misalnya logam, asam halogen), ditambah residu padat dalam bentuk abu.

 

Oven Udara Panas

Metode ini digunakan untuk mensterilkan barang-barang yang tidak rusak oleh suhu tinggi. Suhu tinggi merusak kain dan melelehkan karet atau plastik, sehingga tidak boleh disterilkan dengan metode ini. Metode sterilisasi ini tergantung waktu dan suhu, seperti yang terlihat pada tabel 1.

Tabel 1. Hubungan suhu dan waktu


Waktu yang lama diperlukan karena konduksi panas yang buruk dari udara dan penetrasi panas kering yang buruk. Satu-satunya keuntungan metode ini adalah ujung tajam instrumen tidak menjadi tumpul. Autoklaf akan menumpulkan dan membuat alat berkarat.

Instrumen harus bersih dan kering sebelum dibungkus. Bahan pembungkus harus tahan panas. Wadah aluminium foil, logam, dan kaca dapat dipakai. Instrumen harus dibungkus longgar, jika tidak maka pembungkus bisa rusak. Setelah disterilkan, alat harus disimpan dengan baik.

Beberapa handpiece dapat disterilkan dengan metode ini, harus hati-hati dibersihkan, serta dilumasi dengan minyak tahan panas khusus. Instruksi pabrik tentang sterilisasi harus diikuti.


Gambar 10. Oven udara panas

 

Glass Beads Sterilizer

Metode ini memakai media perpindahan panas berupa manik-manik kaca, atau garam yang disimpan dalam wadah. Suhu yang dicapai 220o C. Metode ini digunakan untuk instrumen kecil, seperti file endodontik dan bur, disterilkan selama 10 detik.

Suhu di tiap sudut alat sterilisasi berbeda. Disarankan dipanaskan dahulu selama minimal 20 menit untuk memastikan suhu di tiap sudut dalam sterilisator seragam. Rekomendasi memakai garam sebagai media karena jika memakai kaca bisa menempel pada instrumen endodoktik dan dapat menyebabkan penyumbatan saluran akar.


Gambar 11. Glass beads sterilizers

 

Penyaringan (Filtrasi)

Merupakan metode untuk menghilangkan mikroorganisme dari larutan. Saat cairan melewati filter, organisme terperangkap di pori-pori bahan saring. Filter digunakan untuk memurnikan minuman, larutan intravena, media bakteriologi, dan banyak obat-obatan. Beberapa filter yang digunakan di laboratorium mikrobiologi:

1. Filter inorganik: misalnya filter Seitz, terdiri dari bantalan porselen atau kaca yang dipasang di labu filter


Gambar 12. Filter Seitz


2. Filter organik: menguntungkan karena molekul organik dari filter menarik komponen organik dalam mikroorganisme. Misalnya, filter Berkefeld, memakai tanah diatom



Gambar 13. Filter Berkefeld


3. Filter membran: sudah digunakan secara luas. Terdiri dari bantalan senyawa organik seperti selulosa asetat atau polikarbonat, dipasang di alat penahan. Udara juga dapat disaring dengan filter ini. Umumnya memakai filter high-efficiency particulate air (HEPA). Alat ini dapat menghilangkan >99% partikel, termasuk mikroorganisme dengan diameter >0,3 μm. Filter jenis ini banyak digunakan di beberapa bangsal Rumah Sakit, misalnya di bangsal paru.



Gambar 14. HEPA filter

 

Radiasi

Terbagi menjadi:

1. Radiasi nonion

2. Radiasi ion

 

Radiasi Nonion

Menggunakan sinar elektromagnetik dengan panjang gelombang lebih panjang daripada sinar tampak dan sebagian besar diserap sebagai panas. Misalnya:

1. Sinar Ultraviolet: bisa membunuh kuman pada panjang gelombang 2.537 Angstroms. Sinar akan diserap protein dan asam nukleat sehingga membunuh mikroorganisme melalui reaksi kimia. Namun sinar UV memiliki penetrasi rendah dan tujuan utama untuk pemurnian udara di ruang operasi sehingga bakteri pada udara, air, dan permukaan yang terkontaminasi berkurang. Paparan sinar pada kulit yang berlebihan dapat menyebabkan luka bakar serius. Mata juga harus dilindungi saat sterilisasi

2. Sinar inframerah: bentuk lain dari sterilisasi panas kering, digunakan untuk mensterilkan jarum suntik yang disegel dalam wadah logam dalam rentang waktu relatif singkat


Gambar 15. Kotak sinar UV

 

Radiasi Ion

Radiasi yang sering digunakan adalah:

1. Sinar X

2. Sinar y

Panjang gelombangnya lebih pendek dari sinar UV. Sinar ini sangat mematikan bagi DNA dan sel vital lain. Daya tembus sinar ini sangat tinggi. Saat sinar melewati molekul mikroba, mereka memaksa elektron keluar dari kulitnya, sehingga menciptakan ion, sehingga disebut radiasi pengion. Ion dengan cepat bergabung dan menghancurkan protein dan asam nukleat seperti DNA. Bakteri gram positif lebih sensitif terhadap radiasi ini dibanding gram negatif. Radiasi ini digunakan untuk mensterilkan obat-obatan yang sensitif terhadap panas, seperti vitamin, hormon, dan antibiotik, serta plastik dan kain tertentu, karet, karton, dsb.


Sterilisasi Bahan Kimia

Disinfektan

Merupakan agen fisik untuk mengendalikan mikroorganisme dan menghancurkan organisme patogen pada suatu objek. Jika benda mati, maka zat kimia tersebut disebut disinfektan. Namun, jika benda itu hidup, maka zat kimia itu disebut antiseptik. Proses desinfeksi dikategorikan menjadi 3 tingkat:

1. Desinfeksi tingkat tinggi: membunuh semua organisme - jamur, virus, dan bakteri vegetatif, kecuali spora bakteri. Disinfektannya misalnya aldehida, asam perasetat, dan klorin dioksida

2. Desinfeksi tingkat menengah: membunuh mikobakteri, sebagian besar virus, jamur, dan semua bakteri patogen vegetatif, kecuali virus tanpa selubung, dan spora bakteri. Contoh disinfektannya adalah alkohol, natrium hipoklorit, fenol, dan iodofor

3. Desinfeksi tingkat rendah: membunuh beberapa jamur, virus, dan sebagian besar bakteri vegetatif kecuali M. tuberculosis dan endospora. Disinfektannya misalnya alkohol dan senyawa amonium kuartener

 

Alkohol

Etanol dan isopropil sering digunakan sebagai antiseptik. Alkohol memiliki aktivitas antibakteri terhadap beberapa bakteri gram positif dan negatif, terutama terhadap M. tuberculosis. Alkohol bekerja dengan mendenaturasi protein, namun tidak efektif melawan spora dan virus. Alkohol harus berkontak 10 menit agar efektif dan konsentrasi 70% lebih efektif dibandingkan konsentrasi lebih tinggi, karena adanya air mempercepat proses denaturasi protein. Alkohol tidak sebagai disinfektan jika hanya diseka karena cepat menguap. Instrumen dari besi tidak boleh direndam dalam alkohol karena bersifat korosif. Barang dari karet juga menyerap alkohol.

Etanol adalah agen bakterisida kuat dan menonaktifkan virus termasuk hepatitis B dalam 15 menit dan HIV dalam 1 menit. Isopropil alkohol adalah alkohol sekunder yang mudah terbakar dan meninggalkan sensasi terbakar jika digunakan pada kulit. Bertindak sebagai pembasmi kuman yang sedikit lebih kuat dibanding etanol, tapi kurang efektif terhadap enterovirus. Penggunaan alkohol untuk cuci tangan sebelum dan sesudah kontak pasien direkomendasikan karena mengurangi jumlah bakteri lebih cepat dibandingkan sabun antimikroba lainnya.

 

Aldehida

Contoh senyawa aldehida yang sering digunakan yaitu:

1. Formaldehida: agen antimikroba spektrum luas. Termasuk zat berbahaya, mudah terbakar, dan mengiritasi mata, kulit, dan saluran pernapasan

2. Glutaraldehid: beracun, mengiritasi, dan menyebabkan alergi. Merupakan disinfektan tingkat tinggi. Digunakan jika sterilisasi panas tidak bisa dipakai dan aktif melawan sebagian besar bakteri vegetatif (termasuk M. tuberculosis) dan beberapa virus (HIV dan HBV), jamur, dan spora bakteri. Larutan glutaraldehid (Cidex) 2% memerlukan perendaman selama 20-30 menit untuk desinfeksi dan 6-10 jam untuk sterilisasi. Peralatan harus dibilas bersih setelah direndam cairan ini. Cairan ini juga menguap pada suhu kamar dan mereka yang terpapar dapat menyebabkan sakit kepala, iritasi mata, dan gejala seperti asma, namun bersifat sementara dan berhenti jika sudah tidak terpapar


Gambar 16. Cairan glutaraldehid 2%


3. Orthophthaldehyde: merupakan desinfeksi tingkat tinggi yang lebih cepat dalam waktu lebih singkat. Memiliki lebih sedikit efek samping dibanding glutaraldehid dan dapat dibuang melalui saluran pembuangan tanpa penetral. Namun, harganya lebih mahal

 

Diguanida/ Bisbiguanida

Contohnya adalah klorheksidin, yang aktif terhadap sejumlah bakteri termasuk S. aureus dan beberapa bakteri gram negatif, tapi tidak untuk spora, jamur, dan virus. Zat ini mengganggu membran sitoplasma dan dapat digunakan bersama dengan agen disinfektan lainnya. Misalnya, klorheksidin dapat dicampur dengan alkohol atau cetrimide (cetavlon atau savlon), atau larutan 4% dengan detergen (hibiscrub) untuk scrub pra operasi. Larutan klorheksidin 0,2% bisa menekan pertumbuhan plak gigi dan infeksi paska operasi

 

Halogen

Dua halogen yang sering digunakan untuk desinfeksi adalah klorin dan yodium. Klorin tersedia dalam bentuk gas dan senyawa organik serta anorganik. Klorin banyak digunakan untuk antisepsis dan terapi saluran akar. Klorin efektif terhadap berbagai macam organisme, termasuk sebagian besar bakteri gram positif, gram negatif, dan banyak virus, jamur, dan protozoa. Halogen menyebabkan pelepasan atom oksigen, yang bergabung dan menonaktifkan protein sitoplasma tertentu, seperti enzim. Klorin juga mengubah struktur membran sel, sehingga menyebabkan kebocoran.

Atom yodium sedikit lebih besar dari atom klorin dan lebih reaktif. Tingtur yodium antiseptik yang biasa digunakan untuk luka, terdiri dari 2% yodium dan natrium iodida yang dilarutkan dalam etil alkohol.

 

Larutan Senyawa Amonium Kuarter

Pada umumnya tidak bersifat sporicidal, tuberculocidal, atau virucidal. Mereka digunakan untuk desinfeksi tingkat rendah dan cukup digunakan pada permukaan yang tidak kritis, pada lingkungan biasa seperti lantai, perabotan, dan dinding. Bisa juga digunakan untuk peralatan medis yang bersentuhan dengan kulit, misalnya manset tensi. Benzalkonium klorida (Zephiran) umumnya digunakan baik sebagai antiseptik dan disinfektan.

 

Senyawa Fenol

Merupakan tingkat menengah dan disinfektan spektrum luas. Berasal dari asam karbol dan baunya tidak sedap. Senyawa ini diserap oleh bahan berpori, dapat dilepaskan bahkan setelah dibilas yang dapat mengiritasi jaringan. Kegunaannya terbatas pada permukaan lingkungan. Dalam konsentrasi tinggi, fenol sangat beracun untuk sitoplasma dan bekerja dengan mengendapkan protein serta merusak dinding sel. Fenol dapat merusak beberapa plastik dan tidak menimbulkan korosi pada logam tertentu.

 

Asam Perasetat/ Peroksiasetat

Merupakan disinfektan tingkat tingi. Tidak menghasilkan produk dekomposisi yang berbahaya dan tidak menimbulkan korosi. Larutan ini tidak menyebabkan iritasi kulit, namun berefek korosif pada jaringan mata.

 

Hidrogen Peroksida

Memiliki sifat bakterisida, virusida, sporisida, dan fungisida. Sebagian besar mikroba mati kurang dari 1 jam, namun butuh berjam-jam untuk menghilangkan spora. Zat ini harus disimpan di tempat sejuk dan terlindung dari cahaya langsung. Merupakan disinfektan ramah lingkungan, tidak beracun, tidak mengiritasi, dan disinfektan tingkat tinggi dapat dicapai dalam 30 menit dengan larutan 7,5%. Sedangkan konsentrasi 3% adalah disinfektan tingkat rendah untuk permukaan benda mati. Konsentrasi lebih tinggi korosif terhadap logam dan dapat digunakan sebagai nebulisasi untuk dekontaminasi ruang operasi.


Gambar 17. Larutan hidrogen peroksida 3%


Gambar 18. Hidrogen peroksida dalam bentuk nebulizer untuk desinfeksi kamar operasi

 

Desinfeksi Tangan

Ada beberapa persiapan untuk cuci tangan sebelum operasi yang berefek bakterisida dan tidak membuat kulit kering, yaitu:

1. Sabun yang mengandung disinfektan seperti hexaklorofen - 5 menit

2. Hibiscrub dan phisomed - mengandung 4% klorheksidin glukonat

3. Betadine mengandung 7,5% povidon iodin 8 ml selama 2 menit

4. Parakloro-meta-xilenol sekitar 3%

5. Sekitar 70% hibisol, 2,5% klorheksidin dalam losion alkohol 70% dapat dipakai untuk pencegahan selama 2 menit


Gambar 19. Desinfeksi tangan. (A). Larutan sabun diteteskan ke telapak tangan, 3 ml per dorongan; (B). Tiga dorongan memberi jumlah yang cukup untuk menggosok tangan, lekukan, hingga siku selama 5 menit, serta gosok dengan sikat. (C). Siap memakai sarung tangan

 

Teknik Mencuci Tangan

Langkah ini paling penting dan berhasil untuk mengendalikan persebaran infeksi di lingkungan Rumah Sakit. Penelitian menunjukkan 20-30% dari sarung tangan ahli bedah tertusuk pada akhir operasi oleh karena bekerja dengan kawat atau instrumen tajam.

Tujuan dari scrub tangan yaitu:

1. Menghilangkan kontaminan di permukaan kulit dengan menyikatnya (mekanis)

2. Mengurangi jumlah bakteri pada kulit dengan proses kimia

Langkah mencuci tangan meliputi:

1. Lepas semua perhiasan

2. Kuku harus diperiksa kebersihannya. Semua kontaminasi seperti hiasan kuku harus dihilangkan

3. Kuku digosok terlebih dahulu dengan sikat. Lengan dibasahi hingga beberapa inci di atas siku

4. Penggosokan dimulai dari ujung 1 jari di 1 tangan

5. Dilanjutkan di sepanjang permukaan kulit jari dan sela-sela jari

6. Dilanjutkan sampai semua permukaan tangan selesai

7. Dilanjutkan sampai sepanjang lengan bawah dan ke arah siku yang memanjang 2 inci di atas siku

8. Dilanjutkan tangan lain dengan cara yang sama. Pencucian harus dilanjutkan selama 5 menit dalam air mengalir

9. Keringkan tangan dan lengan bawah

10. Area yang sudah digosok tidak boleh disentuh lagi karena kemungkinan kontaminasi dari area yang belum digosok

11. Prosedur scrubbing dapat dilakukan selama kurang lebih 10 menit

12. Setelah menggosok kedua lengan, sikat dibuang dan lengan dibilas dengan sabun. Pembilasan harus dilakukan dengan lengan ditinggikan di atas siku agar air mengalir dari ujung jari ke lengan dan siku. Lengan tidak digosok saat dibilas


Gambar 20. Langkah scrubbing tangan


Teknik pengeringan setelah scrubbing meliputi:

1. Dokter bedah mendekati perawat untuk menjangkau handuk pengering steril

2. Teknik pengeringan dimulai pada ujung jari 1 tangan dan berlanjut ke lengan

3. Keringkan juga lengan lainnya dengan sisi handuk yang berlawanan

 

Daftar Pustaka

1. Balaji, S.M., dan Balaji, P.P., 2018, Textbook of Oral & Maxillofacial Surgery, 3rd Ed., Elsevier, India

2. Malik, N.A., 2021, Textbook of Oral and Maxillofacial Surgery, 5th Ed., Jaypee Brothers Medical Publishers, New Delhi










Komentar

Postingan populer dari blog ini

Anomali Gigi : Taurodonsia / Taurodontism

Anomali Gigi : Fusi

Anomali Gigi : Concrescence