Anomali Gigi: Hipodonsia


Author : drg. Kevin Marsel
1.        DEFINISI :
Hilangnya 1 atau lebih gigi yang bersifat kongenital karena agenesis (gagal tumbuh). Istilah oligodonsia adalah termasuk hipodonsia dengan kehilangan 6 gigi atau lebih yang bersifat kongenital. Anodonsia adalah istilah untuk kondisi langka hilangnya semua gigi. Jika gigi hilang karena ekstraksi maka disebut hipodonsia didapat (acquired hypodontia). Jika gigi hilang karena erupsi terhalang maka istilahnya adalah impaksi atau impaksi parsial.

2.         ETIOLOGI :
a.         Faktor lingkungan.
Kegagalan proliferasi sel benih gigi dari lamina dental bisa disebabkan karena infeksi (misalnya rubella, osteomyelitis), trauma, obat-obatan (misalnya thalidomid), kemoterapi atau radioterapi di usia muda, gangguan saraf pada mandibular atau pada mukosa oral dan jaringan pendukungnya.
b.         Faktor genetik.
Hipodonsia disebabkan defek gen tunggal. Mutasi dari gen MSX1 (muscle segment homeobox 1) dan PAX9 (paired box gene 9) diketahui sebagai penyebab non-sindromik hilangnya gigi. Gen yang berperan lainnya adalah AXIN2 (axis inhibition protein 2) dan EDA (ectodysplasin A). Pada tikus yang gen MSX1 tidak berfungsi menyebabkan celah palatum, defisiensi tulang alveolar maksila dan mandibular, dan kegagalan perkembangan gigi.
PAX 9 merupakan faktor ekspresi transkripsi dalam mesenkim gigi selama terjadi morfogenesis gigi. Mutasi heterozigot PAX9 pada manusia dihubungkan dengan agenesis nonsindromik. Pada studi kasus pada 306 penduduk Portugal dengan gen nukleotida polimorfis PAX9 dihubungkan dengan agenesis incisor lateral maksila.
MSX1 mengekspresikan daerah perpadatan ektomesenkim benih gigi. Mutasi gen ini dihubungkan dengan perkembangan gigi yang premature pada hewan dan hipodonsia parah pada manusia. Mutasi gen ini diidentifikasi menyebabkan hilangnya semua premolar dua dan incisor central mandibular.
Gen AXIN2 terlibat dalam pertumbuhan sel, proliferasi, dan diferensiasi. Gen ini berperan dalam hipodonsia (hilangnya gigi incisor bawah).
Mutasi gen EDA menyebabkan dysplasia ectodermal hipohidrotik gen tertaut X, dengan karakteristik rambut jarang, gigi lebih sedikit dan lebih kecil, dan sedikit kelenjar keringat. Gen ini mengkode protein yang merupakan bagian tumor nekrosis faktor (TNF). Gen ini terlibat dalam hilangnya gigi incisor lateral maksila.
c.          Dikaitkan dengan kondisi lainnya.
Hipodonsia dikaitkan dengan kondisi lain seperti displasia ektodermal, cleft bibir dan palatum, sindrom Down, dan hemifasial mikrosomia. 

3.          EPIDEMIOLOGI :
a.         Pada gigi primer prevalensi sekitar 0,5%; ada korelasi kuat antara hilangnya gigi primer dengan hilangnya gigi penerusnya (dilaporkan kira-kira 60-100% orang yang kehilangan gigi primer juga kehilangan gigi penerusnya). Hampir setengah hipodonsia pada anak-anak kehilangan 1 gigi primer. Gigi yang sering terlibat adalah gigi primer incisor lateral maksila dan mandibular (gigi primer incisor lateral maksila terjadi 2x lebih sering daripada gigi primer incisor lateral mandibular).
b.         Gigi permanen
1)      Berdasarkan etnik
Hipodonsia gigi permanen berkisar antara 2,2-10,1%, studi lain ada menyebutkan 6-8%. Meta analisis menunjukkan Kaukasia Australia memiliki prevalensi terbesar (6,3%), diikuti Kaukasia Eropa (5,5%) dan Kaukasia Amerika Utara (3,9%). Prevalensi Amerikan Afrikan (3,8%), Arab Saudi (2,5%), dan Chinese (6,9%) tidak diikutkan meta analisis karena sampel terlalu kecil.
2)      Berdasarkan jenis kelamin
Rasio laki-laki dibandingkan perempuan adalah 1:1,4. Kecuali jika hipodonsia disebabkan dysplasia ectodermal yang disebabkan gen X maka lebih parah pada laki-laki.
3)      Distribusi gigi
Pada gigi permanen paling sering pada gigi molar 3. Pada orang Kaukasia paling sering pada gigi premolar dua mandibular (41%), incisor lateral maksila (23%), premolar dua maksila (21%), dan incisor mandibular (6%). Unilateral lebih sering dibandingkan bilateral, kecuali pada incisor lateral maksila.
Pada Chinese, 60% gigi hilang adalah gigi incisor permanen mandibular, diikuti premolar dua maksila (10%) dan incisor lateral maksila (8%).
4)      Keparahan
Kebanyakan (83%) kehilangan 1 atau 2 gigi permanen. Kehilangan 4 atau lebih gigi permanen (kecuali gigi molar 3) yaitu 0,3% pada populasi Swedish dan kehilangan 6 gigi permanen yaitu 0,1%.

4.         CIRI-CIRI KLINIS :
a.          Hilangnya satu atau beberapa gigi.
b.          Biasanya terlihat celah pada gigi karena adanya gigi yang hilang.

5.         DIFFERENTIAL DIAGNOSIS :
Ectodermal dysplasia.

6.         PERAWATAN :
a.         Penutupan ruang dengan ortodontik.
b.         Bedah ortognatik
Dilakukan pada pasien hipodonsia dengan diskrepansi skeletal untuk mengurangi celah dan mengharmoniskan pola skeletal. Misalnya pada pasien dengan maksila prognatik dan kehilangan gigi rahang atas, osteotomi Le Fort I dengan segmentasi. Jika gigi yang hilang di rahang bawah, dapat dilakukan osteotomi anterior subapikal untuk mengurangi ruang edentulous.
c.          Implan untuk mengganti gigi yang hilang.
Implan konvensional menunjukkan tingkat kesuksesan 91-99% pada rahang bawah dan 84-92% pada rahang atas. Pasien hipodonsia karena kelainan kongenital tidak bisa dilakukan implan sampai pertumbuhan skeletal sempurna. Namun, pada pasien hipodonsia parah dengan area edentulous yang luas dan diperkirakan tidak terjadi perkembangan prosesus alveolaris, maka pengecualian peletakan implan di usia muda dapat dilakukan.
d.         Prosedur restoratif konvensional
Hipodonsia dengan diskrepansi ukuran gigi bisa mempengaruhi oklusi. Reshaping gigi, composite build up, atau veneer bisa dipertimbangkan.
e.          Protesa gigi palsu cekat dan lepasan
Dua unit cantilever resin bonded bridges mempunyai service life rata-rata 4 tahun 4 bulan (deviasi standar 20 bulan) dengan rentang 13-142 bulan. Pada bridge konvensional daya tahannya 84% setelah 10 tahun. Bridge panjang mempunyai daya tahan yang lebih rendah.

Daftar Pustaka
Ani, A., Antoun, J., Thomson, W., Merriman, T., dan Farella, M., 2017, Hypodontia: An Update on Its Etiology, Classification, and Clinical Management, Biomed.Res.Int., p.1-9
Bilgin, N., dan Kaya, B., 2018, Etiology and Treatment Alternatives in Tooth Agenesis: A Comprehensive Review, Stomatological Dis.Sci., 2: 9
Langlais, R., Miller, C., dan Gehrig, J., 2017, Color Atlas of Common Oral Diseases, 5th Ed., Wolters Kluwer, Philadelphia
Pemberton, T., Das, P., dan Patel, P., 2005, Hypodontia: Genetics and Future Perspective, Braz.J.Oral.Sci., 4(13): 695-706
Wu, C., Wong, R., dan Hagg, U., 2007, A Review of Hypodontia: The Possible Etiologies and Orthodontic, Surgical, and Restorative Treatment Options-Conventional and Futuristic, Hong Kong Dent.J., 4: 113-121

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Anomali Gigi : Taurodonsia / Taurodontism

Anomali Gigi : Fusi

Anomali Gigi : Concrescence