Ilmu Kedokteran Gigi Anak: Perawatan Gigi dan Mulut pada Penyakit Lokal dan Sistemik


Author: drg. Kevin Marsel

Sickle Cell Disease (SCD)       
Sickle Cell Anemia (SCA) merupakan salah satu penyakit kelainan darah yang paling umum dan kebanyakan terjadi pada orang Afrika, Afro-Karibia, Timur Tengah, Indian, Amerika Tengah dan Selatan, Mediterania dan telah menyebar ke seluruh dunia.
Bersifat jinak, namun banyak patologi penyerta yang terjadi menjadi tantangan tersendiri.
Disebabkan oleh varian gen β-globin yang disebut sickle hemoglobin (HbS), karena adanya subtitusi valin untuk asam glutamat pada asam amino keenam dalam protein β-globin, sehingga HbS terpolimerisasi saat deoksigenasi terjadi. Polimerisasi HbS deoksigenasi menyebabkan serabut seperti tali yang sejajar satu sama lain membentuk bundel dan mengubah sel darah merah menjadi bentuk sabit, menjadi kelainan bentuk.
Penyakit ini ditandai dengan hemolisis, infarksi dan kerusakan organ kronis, nyeri akut periodik, dan komplikasi akut yang tidak bisa diprediksi yang bisa mengancam nyawa, gangguan kardiovaskular, osteomyelitis, osteoporosis, gangguan pertumbuhan, osteonekrosis, acute chest syndrome (ACS), masalah serebrovaskular, gagal ginjal kronis, dan priapism.
Sel sabit kebanyakan terperangkap dalam aliran lambat venula pada mikrosirkulasi, meningkatkan adhesi mereka ke endhotelium, membentuk agregat heteroselular yang menyebabkan hipoksia, meningkatkan polimerisasi HbS, dan menyebar ke vaskularisasi di dekatnya.
HbS menghasilkan masalah perlekatan sel darah merah, menyebabkan kerusakan kronis endothelial. Salah satu ciri klinis adalah penyakit inflamasi vaskular kronis, yang tanda dan gejalanya muncul 6 bulan awal kehidupan. Masa hidup sel darah merah sabit berkurang dari 120 hari menjadi 12 sampai 17 hari. Hb menjadi 6-9 g/dL (normalnya 12-18 g/dL).
Krisis nyeri pada tahun-tahun awal berupa daktilitis (sindrom tangan-kaki) dan bisa dipicu infeksi, dehidrasi, suhu ekstrim, hipoksia, stres fisik atau emosional, dan menstruasi.
Nyeri tulang seringkali menyiksa, simetris, dan terdapat pada beberapa lokasi, berlangsung selama beberapa menit sampai hari.
Sekuestrasi limpa disebabkan banyak sel darah merah yang terperangkap dalam limpa, menyebabkan anemia parah mendadak, trombositopenia, dan retikulositosis. Sepsis postsplenektomi disebabkan bakteri Streptococcus pneumoniae, menjadi sebab utama kematian pada balita dengan SCD.
Intervensi terpenting pada SCD adalah pemberian penisilin V potasium 125 mg oral 2x sehari dimulai saat umur 2 bulan untuk mencegah infeksi pneumokokal. Dosis digandakan saat umur 3 tahun dan diteruskan hingga umur 5.
Transfusi darah krusial untuk prevensi stroke dan memperbaiki oksigenasi ACS. Walaupun begitu, transfusi kronis dapat terjadi karena kelebihan zat besi yang dapat merusak organ dan alloimun.
Hidroksiurea dapat menambah jumlah hemoglobin bayi, sehingga episod serangan menurun dan sekuel berkepanjangan menurun.
Banyak terapi baru mulai dikembangkan untuk mentarget adhesi vaskular, inflamasi, dan hemolisis. Transplantasi hematopoietic stem cell (HSCT) harus dilakukan pada usia awal sebelum terjadi disfungsi organ, dapat menyembuhkan pada anak.

Manifestasi pada Mulut dan Gigi Geligi
Tidak spesifik pada SCD.
Membran mukosa bisa menampakkan jaundice, glositis, dan erupsi gigi terlambat.
Temuan radiografi menunjukkan pengurangan radiodensitas tulang, pola trabekular kasar, batas inferior tipis dari mandibula, hilangnya puncak tulang alveolar, lamina dura jelas, hipomineralisasi dentin, dentin interglobular dalam regio periapikal, kalsifikasi kamar pulpa, dan hipersementosis. Abnormalitas kraniofasial meliputi bimaksiler protrusif dengan incisor berbentuk nyala api, parietal dan tulang zigomatik prominen (tower skull), perluasan rongga diploid dengan penipisan lapisan luar kalvarium dan trabekulasi vertikal (penampilan ujung rambut), dan lesi fibrotik kalvari dengan penampakan seperti cincin (doughnut lesions).
Krisis sel sabit di antara mikrosirkulasi tulang fasial dan pulpa gigi dapat menyebabkan nyeri orofasial tanpa adanya patogen odontogenik. Jika terjadi dekat foramen mental menyebabkan parestesi bibir bawah. Pemberian antibiotik profilaksis penisilin jangka panjang pada pasien mencegah streptococci mutans, sehingga angka karies pada gigi primer berkurang. Pada umur 8 tahun, saat profilaksis dihentikan, anak menunjukkan angka karies yang normal dibandingkan dengan orang normal.

Fokus Perawatan Gigi dan Mulut
Anamnesis harus adekuat tentang riwayat medis, termasuk penggunaan bifosfonat. Prosedur dental invasif beresiko menyebabkan bisphosphonate-related osteonecrosis of the jaws (BRONJ).
Rasa nyeri pada gigi sehat harus disikapi secara serius karena dapat terjadi infarksi pulpal dan nekrosis. Infeksi oral tidak boleh dirawat dengan bedah elektif.
Perawatan ortodontik harus mempertimbangkan struktur tulang dan fisiologi.
Semua perawatan dental bisa dilakukan di klinik gigi jika tidak dalam periode krisis.
Jika pasien memakai hidroksiurea, harus dilakukan pemeriksaan darah lengkap untuk menghindari resiko neutropenia dan trombositopenia. Faktor koagulasi juga dicek jika liver terlibat.
Penggunaan anestesi lokal dengan vasokonstriktor dan nitrous oksida aman tapi tetap mewaspadai hipoksia.
Pasien resiko rendah bisa dirawat di klinik. Pasien resiko tinggi harus dirawat di ruang operasi dengan peralatan lengkap rumah sakit.

Kelainan Perdarahan
Hemofilia A       
Merupakan kelainan resesif kromosom X menyebabkan defisiensi aktivitas koagulan faktor VIII, terjadi pada 1 dari 5.000 kelahiran bayi laki-laki. Hemofili A terjadi pada 85% pasien hemofili dan dapat dikategorikan menjadi:
1. Parah: plasma mempunyai <1% faktor VIII terdeteksi.
2. Sedang: hanya 1-5% faktor VIII.
3. Ringan: 6-40% faktor VIII.
Kecurigaan timbul apabila ada pasien laki-laki dengan perdarahan tidak biasa namun jumlah platelet, bleeding time, thrombin time, dan prothrombin time normal serta activated partial thromboplastin time berkepanjangan. Hemofili A dan B (defisiensi faktor IX) merupakan kelainan koagulasi yang paling umum terjadi.
Tanda klinis hemofili A berupa hemoragi otot dan sendi (hemartrosis), mudah memar, dan perdarahan setelah trauma atau bedah, walaupun perdarahan spontan bisa terjadi. Hematoma intramuskular dapat menekan struktur vital dan menyebabkan paralisis atau obstruksi jalan napas.
Manajemen klinis tergantung keparahan, tipe perdarahan yang terjadi atau yang diperkirakan, dan adanya inhibitor. Infus regular faktor VIII sebaiknya digunakan pada bedah mayor dan perdarahan yang mengancam nyawa.
Penggunaan profilaksis konsentrat faktor pembekuan untuk kasus hemofili A yang parah. Vasopresin (desmopresin) meningkatkan faktor VIII dan faktor von Willebrand (vWF), bisa digunakan untuk kasus hemofili A ringan dan sedang. Efek puncaknya terjadi 20-60 menit dan durasi 4 jam.
Metode lain yang jarang digunakan meliputi pemberian plasma beku segar, kripresipitasi, dab konsentrat faktor VIII liofilisasi.
Situasi menantang ketika pasien menghasilkan antibodi terhadap faktor VIII, yang muncul pada 15% pasien dengan hemofilia parah.

Von Willebrand Disease           
Merupakan salah satu kelainan perdarahan yang paling sering diwariskan, dengan prevalensi 1:10.000.
Ciri-ciri klinis berupa kuantitas dan kualitas abnormal dari vWF dan diklasifikasikan menjadi:
1. Tipe 1: defisiensi ringan-sedang vWF.
2. Tipe 2: defek kualitatif vWF.
3. Tipe 3: defisiensi parah vWF.
Desmopresin menyediakan hemostatik untuk mengobati perdarahan mukokutan dan mencegah perdarahan setelah prosedur invasif minimal untuk kasus tipe 1 dan tipe 2. Perawatan suportif dengan agen antifibrinolitik (asam traneksamat) juga penting pada vWD.

Fokus Perawatan Gigi dan Mulut
Perawatan harus disertai anamnesis yang adekuat. Konsultasikan kepada hematologis sebelum dilakukan prosedur invasif untuk memperbaiki sistem hematostatik agar menghindari komplikasi perdarahan.
Tidak dibutuhkan pretreatment untuk tindakan skaling supragingival pada pasien hemofili ringan-sedang. Jika akan dilakukan skaling subgingival, konsultasikan pada hematologis.
Anestesi blok dan infiltrasi tidak boleh dilakukan pada pasien dengan hemofili parah karena dapat menyebabkan perdarahan jaringan dalam dan berpotensi terjadi obstruksi jalan napas. Pada pasien dengan hemofili ringan-sedang, resiko kecil.
Gunakan rubber dam dengan clamp yang stabil untuk melindungi jaringan lunak.
Perawatan endodontik biasanya dapat dilakukan tanpa perdarahan signifikan dan hindari instrumentasi dan obturasi melebihi apeks gigi.
Teknik bedah harus atraumatik dan penutupan luka harus optimal untuk melindungi jendalan darah. Pasien dengan hemofili A sedang-berat memerlukan infus konsentrat faktor VIII sebelum dilakukan bedah mulut, dilengkapi dengan hemostatik lokal (penekanan, penjahitan, sponge gelatin, material selulose, trombin, kolagen mikrofibilar, lem fibrin, dkk.) dan antifibrinolitik oral (obat kumur asam traneksamat) untuk mencapai hemostasis. Vasopresin, asam É›-aminokaproat, dan asam traneksamat bisa digunakan untuk sistemik setelah pencabutan gigi.
Perawatan ortodontik dapat dilakukan, namun hati-hati kepada kawat yang tajam dan peletakan band yang dapat melukai mukosa.

Pediatric Osteoporosis    
Fraktur tulang menjadi salah satu kasus rawat inap anak-anak usia 10-14 tahun.
Penyebabnya bisa karena gaya hidup, diet, sakit kronis, dan medikasi mempengaruhi kesehatan tulang jangka pendek dan mencapai puncak pertumbuhan massa tulang jangka panjang. Faktor intrinsik, misalnya ras, genetik, gender) berperan 75-80% untuk puncak pertumbuhan massa tulang, ditambah faktor ekstrinsik, misalnya hormon, diet, penyakit, aktivitas fisik juga menjadi faktor signifikan yang mempengaruhi massa tulang (intake vitamin D dan kalsium, aktivitas fisik menjadi faktor ekstrinsik terpenting).
Karakteristik: massa tulang sedikit dan perburukan mikroarsitektur struktur tulang sehingga rentan terjadi fraktur tulang. Terdapat riwayat fraktur berulang atau nyeri tulang punggung karena fraktur vertebra. Bentuk primer osteoporosis tampak dalam kondisi langka yang diwariskan, misalnya osteogenesis imperfecta, cleidocranial dysplasia, sindrom Marfan, sindrom Ehlers-Danlos, dsb.
Penegakan pediatric osteoporosis sulit karena bone mineral density (BMD) anak selalu berubah seiring umur dan dipengaruhi berbagai faktor, seperti gender, ukuran tubuh, masa pubertal, maturasi skeletal, aksi hormon, ukuran tulang, dan etnik. Pemeriksaan BMD anak dengan Z-score dengan standar populasinya (1 etnik, gender, dan usia) walaupun Z-score juga tidak akurat. Skor kurang dari 2 dicurigai osteoporosis, namun banyak spesialis yang tidak menegakkan diagnosis hingga setidaknya ada 1 fraktur terjadi. Pada orang dewasa, osteoporosis dideteksi dengan dual-energy x-ray absorptiometry (DEXA), namun bias saat digunakan pada anak yang masih dalam pertumbuhan.
Perawatan dengan menerapkan gaya hidup sehat, seperti aktivitas fisik, diet seimbang, intake kalsium, vitamin D, dan menghindari tembakau, alkohol, dan obat-obatan penting untuk mencegah kehilangan massa tulang dan harus dimulai di usia awal.
Bifosfonat menjadi pilihan pengobatan osteoporosis primer dan sekunder. Selain itu, pamidronat intravena juga digunakan secara luas.

Fokus Perawatan Gigi dan Mulut
Dokter gigi harus mengetahui hal sebagai berikut:
1. Berapa densitas massa tulang pasien. Memindahkan pasien dari kursi gigi ke dental chair, tindakan fisik dan pencabutan, khususnya gigi permanen, dapat menyebabkan fraktur tulang.
2. Apa penyebab dari densitas masssa tulang pasien rendah atau osteoporosisnya.
3. Pengobatan apa yang sedang dijalani untuk mencegah komplikasi dari prosedur dental invasif, misalnya BRONJ. Penting untuk mewaspadai obat-obat yang berefek panjang pada komplikasi oral.
Eliminasi semua infeksi odontogenik dan mukosa harus dilakukan sebelum pasien memulai terapi bifosfonat. Bifosfonat bisa menghambat pergerakan gigi sehingga akan menjadi masalah untuk perawatan ortodontik.

Pediatric Cancer    
Penyebab kedua paling sering kasus fatal pada anak usia antara 5 dan 14 tahun di Amerika Serikat, setelah kecelakaan.
Insidensi anak banyak pada usia awal kehidupan, dilanjutkan pada umur 2 dan 3 tahun.
Malignansi yang sering terjadi pada anak adalah leukemia akut, tumor otak, tumor jaringan lunak, dan tumor ginjal. Diagnosis dini dan kemajuan kedokteran mampu meningkatkan angka harapan hidup 5 tahun mencapai 80%.
Pendekatan perawatan dengan bedah dan radioterapi untuk mengkontrol penyakit lokal, dan kemoterapi untuk penyakit sistemik. Kemoterapi mempengaruhi sintesis atau fungsi vital asam nukleat di semua sel, sementara terapi radiasi merusak DNA sel kanker dengan kerusakan minimal pada jaringan sekitar (pada anak-anak berbahaya). Imunoterapi memakai leukosit, antibodi monoklonal, dan sitokin untuk menghancurkan tumor, yang dapat mempengaruhi anak dari efek samping keseluruhan terapi onkologi standar.
Leukemia limfoid akut terjadi pada 80% leukemia anak dan 56% dewasa. Tanda dan gejalanya anoreksia, irritability, letargi, anemia, perdarahan, ptekie, demam, limfadenopati, splenomegali, hepatomegali, nyeri tulang dan artralgia (jika ada infiltrasi leukemik ke rongga sumsum, menyebabkan anak lemas dan menolak bergerak).
Manifestasi pada kepala, leher, dan intraoral meliputi limfadenopati, sakit tenggorokan, nyeri laring, perdarahan gingiva, dan ulkus mulut.
Manajemen bergantung pada resiko klinis dan biasanya dibedakan menjadi:
1. Induksi remisi: umumnya berlangsung 28 hari dan berisi 3 atau 4 macam obat (vinkristin, prednison, dan L-asparaginase), dengan tingkat keberhasilan 95%.
2. Terapi/profilaksis sistem saraf pusat (SSP): SSP bisa menjadi tempat perlindungan infiltrat leukemik karena obat kemoterapi sistemik tidak bisa melintasi barier darah-otak. Iradiasi kranial dan/atau injeksi kemoterapi intratekal tiap minggu, biasanya metotreksat, dapat digunakan.
3. Konsolidasi atau intensifikasi: untuk meminimalisasi perkembangan resistensi lintas obat dari pengobatan yang intens untuk membunuh sel leukemik.
4. Maintenance: menahan pertumbuhan leukemik dengan pemberian metotreksat dan 6-merkaptopurin. Lama perawatan belum ditetapkan secara pasti, tapi biasanya 2,5 sampai 3 tahun.
Jumlah sel darah pasien normalnya menurun 5-7 hari setelah setiap siklus pengobatan, tetap rendah selama 14-21 hari sebelum meningkat kembali.

Pertimbangan Perawatan Gigi dan Mulut
Perawatan kemoterapi atau radiasi menyebabkan kondisi akut dan jangka panjang pada rongga mulut, yaitu:
Tabel I. Komplikasi oral dan kraniofasial dari terapi kanker
Komplikasi Akut dari Kemoterapi dan Radioterapi
Komplikasi Jangka Panjang Radioterapi pada Fasial
Mukositis
Fibrosis mukosal dan atrofi
Disfungsi kelenjar saliva
Xerostomia
Sialadenitis (hanya radiasi)
Karies Gigi
Xerostomia
Osteonekrosis postradiasi
Neurotoksisitas
Disfungsi indera perasa lidah
Disfungsi indera perasa lidah
Fibrosis muskular/kutan
Hipersensitivitas dentin
Infeksi fungal dan bakteri
Disfungsi temporomandibular
Masalah pada perkembangan dental dan kraniofasial
Perdarahan mulut

Infeksi oportunistik (viral, fungal, bakterial)

Infeksi oral dan dental dapat menyebabkan komplikasi pada perawatan onkologi, meningkatkan morbiditas, dan kualitas hidup anak rendah. Intervensi dental yang radikal meminimalisir resiko oral dan komplikasi sistemik lainnya. Perawatan dental juga harus menghilangkan trauma yang bisa melukai mukosa dan menyebabkan perdarahan.
Perawatan dental diharapkan dilakukan sebelum kemoterapi dimulai.

Gambar 1. infeksi Pseudomonas menyebabkan kehilangan gigi primer terlalu awal pada anak perempuan usia 2 tahun dengan leukemia limfoid akut

 
Gambar 2. infeksi Aspergillus pada palatum anak perempuan usia 14 tahun dengan leukemia limfoid akut

Riwayat Medis Pasien dan Status Hematologik
Anamnesis riwayat pasien mencakup informasi penyakit, waktu diagnosis, perawatan yang telah dijalani, komplikasi, riwayat ranap inap, riwayat IGD, infeksi (baik oral maupun sistemik), status hematologi sekarang, alergi, medikasi, dan review of system.
Prosedur dental bisa dilakukan apabila jumlah platelet lebih besar dari 40.000/mm3, dengan kewaspadaan untuk kontrol perdarahan. Tes koagulasi lain boleh dilakukan bila ada keterlibatan liver dan koagulopati.
Jika absolute neutrophils count (ANC) kurang dari 1.000/mm3, tindakan dental harus ditunda karena insidensi dan keparahan infeksi meningkat (infeksi dan bakteremia meningkat tajam).

Kebersihan Mulut, Diet, dan Pencegahan Karies
Kebersihan rongga mulut penting untuk mengurangi komplikasi oral. Pasien yang rajin membersihkan rongga mulut mengurangi resiko terjadinya mukositis sedang-parah, septikemia, dan infeksi rongga mulut.
Pembersihan menggunakan sikat gigi berbulu lembut atau sikat gigi elektrik setidaknya 2x sehari mengurangi signifikan perdarahan dan infeksi gingiva.
Sponges, sikat busa, dan sikat gigi sangat lembut tidak memiliki pembersihan mekanik optimal, sehingga hanya digunakan untuk pasien dengan mukositis parah yang tidak toleran dengan sikat gigi biasa. Pasta gigi tanpa agen perasa kuat karena dapat mengiritasi jaringan lunak. Dapat dibantu dengan pemakaian obat kumur klorheksidin. Jika terdapat mukositis, tidak boleh memakai obat kumur yang ada kandungan alkohol dan zat perasa karena menyebabkan dehidrasi dan mengiritasi mukosa. Infeksi periodontal harus diperhatikan karena koloni bakteri bisa menyebabkan bakteremia.
Angka karies pasien kanker tinggi karena pola diet, terapi menyebabkan xerostomia, dan medikasi pediatrik kaya sukrosa. Suplemen fluor, varnish, dan obat kumur alami atau gel indikasi pada pasien yang rentan karies.
 
Gambar 3. Mukositis sedang disebabkan kemoterapi pada anak usia 5 tahun

Fokus Perawatan Gigi dan Mulut
Pemeriksaan harus menyeluruh mencakup kepala, leher, dan rongga mulut. Beberapa pasien mengeluhkan parestesi disebabkan infiltrasi leukemia dari saraf perifer. Keluhan lain berupa nyeri gigi menyerupai pulpitis ireversibel namun tidak dijumpai infeksi dental/periodontal. Hal ini disebabkan efek samping dari obat vinkristin dan vinblastin (agen kemoterapi). Jika terjadi, pasien diminta untuk mengalihkan perhatian ke hal lain, seperti makan manis/es krim dan diresepkan analgesik. Biasanya nyeri hilang setelah beberapa hari atau minggu setelah jeda kemoterapi.
Jumlah sel darah pasien kembali normal di antara siklus kemoterapi dan perawatan dental bisa dilakukan. Waktu yang terbatas digunakan untuk kasus darurat seperti infeksi, pencabutan, perawatan periodontal, dan sumber iritasi diprioritaskan dibandingkan karies, perawatan saluran akar gigi permanen, dan penggantian restorasi. Namun apabila ada lesi karies dengan resiko infeksi pulpal maka masuk prioritas karena infeksi pulpal saat imunosupresi dapat mengancam nyawa. Jika platelet di bawah 40.000/mm3, perawatan dental harus ditunda. Selama imunosupresi, semua prosedur dental tidak boleh dilakukan.
Ketika kemoterapi belum dimulai, skaling dan profilaksis sebaiknya dilakukan, restorasi rusak diganti, dan sisi tajam gigi dihaluskan. Tindakan radikal boleh dilakukan seperti gigi primer dengan infeksi pulpa dicabut untuk menghilangkan resiko kegagalan perawatan endodontik sehingga terjadi komplikasi selama periode imunosupresi. Gigi nonvital simptomatik sebaiknya dirawat endodontik setidaknya seminggu sebelum terapi dimulai. Jika tidak bisa dilakukan, indikasi pencabutan dengan pemberian antibiotik selama seminggu. Pada gigi molar erupsi sebagian bisa menjadi sumber infeksi karena perikoronitis. Gigi impaksi, akar gigi, gigi dengan poket periodontal lebih dari 6 mm, gigi dengan infeksi akut, dan gigi tidak bisa direstorasi harus dihilangkan setidaknya 2 minggu sebelum kemoterapi untuk penyembuhan adekuat, diikuti antibiotik selama 7-10 hari. Pencabutan harus atraumatik, tidak boleh ada sisa tajam, dan penutupan luka harus baik.
Perawatan ortodontik cekat dan space maintainer harus dilepas apabila pasien memiliki kebersihan mulut yang buruk.
Pada fase maintenance dan prognosis keseluruhan baik, prosedur dental bisa dilakukan namun harus cek jumlah darah terlebih dahulu. Perawatan ortodontik harus memperhatikan gangguan perkembangan gigi, khususnya pada anak yang diterapi sebelum usia 6 tahun. Strategi perawatan ortodontik:
1. Gunakan alat dengan resiko minimal menyebabkan resorpsi akar.
2. Gunakan kekuatan ringan.
3. Selesaikan perawatan lebih awal daripada normal.
4. Pilih metode paling sederhana sesuai kebutuhan perawatan.
5. Jangan rawat rahang bawah. Pasien anak terapi kanker bisa mengidap osteoporosis dan konsumsi banyak bifosfonat.

Gambar 4. Efek jangka panjang terhadap perkembangan gigi pada anak laki-laki usia 14 tahun yang menjalani kemoterapi dan iradiasi seluruh tubuh dimulai usia 13 bulan

Sumber Pustaka:
Nowak, A.J., Christensen, J.R., Mabry, T.R., Townsend, J.A., dan Wells, M.H., 2018, Pediatric Dentistry: Infancy Through Adolescence, 6th Ed., Elsevier, Philadelphia

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Anomali Gigi : Taurodonsia / Taurodontism

Anomali Gigi : Fusi

Anomali Gigi : Concrescence